Valentino
Luis & Inflight Magazine
Batik
Air
My 10
Favorite Covers
B
|
ergabung menjadi penulis & fotografer sejak
tahun 2014, awalnya saya belum tahu kalau Batik Air itu sister company-nya Lion Air. Setelah beberapa artikel saya terbit
di LionMag (inflight magazine Lion Air), saya
ditawari oleh tim redaksional Bentang Media Nusantara, perusahaan yang
mempublikasi majalah-majalah Lion Group, untuk menulis tambah lagi artikel agar
tidak hanya muncul di LionMag tapi juga di Batik. Otomatis saya harus menyiapkan
lebih dari dua artikel. Tapi saya senang sekali waktu itu. Apalagi diberitahu
bahwa konsep tulisan tidak perlu diubah, tekniknya sama dengan yang di LionMag,
dan tetap menggunakan gaya tulis saya sendiri. “Pokoknya tulis dengan ciri khas
kamu, tidak perlu lagi kami edit teksnya,” begitu kata Bang Risti, pengampuku.
Selama ini memang semua artikel saya tidak diedit oleh tim redaksi, semua kata
dan tanda baca yang muncul di majalah 100% dari saya, tanpa diubah-ubah lagi.
Artikel pertama saya untuk Batik Inflight
Magazine muncul edisi bulan Maret 2014, berjudul “Menambat Hari di Split.” Kisah
perjalanan ke kota Split, di Kroasia. Setelah artikel itu, menyusul
artikel-artikel lain muncul regular di Batik Inflight Magazine. Bang Risti bilang
bahwa untuk Batik Inflight Magazine, artikel dari saya lebih fokus untuk
ceritakan destinasi-destinasi luar negeri.
Maka setelah artikel tentang Split (Kroasia), berturut-turut saya
menulis tentang perjalanan ke tempat-tempat asing, seperti ke Los Glacaires
(Argentina), Santorini (Yunani), Potosi (Bolivia), Siena (Italia), Lisbon
(Portugal), Budapest (Hungaria), Sydney (Australia) dan seterusnya. Cukup
banyak.
Namun kemudian artikel-artikel saya untuk Batik
Inflight Magazine tidak melulu destinasi mancanegara, sesekali diselipkan
cerita perjalanan di Indonesia, seperti ke Rinjani (NTB), Sumba (NTT), Amed
(Bali), atau Buton (Sulawesi Tenggara). Tambah lagi setelah tiga tahunan lebih
absen ke luar negeri dan kebanyakan assignment
untuk majalah Colours Garuda Indonesia (nanti saya posting sendiri tentang
Colours), jadilah artikel-artikel dalam negeri pun mendominasi.
Kalau dihitung-hitung, untuk Batik Inflight
Magazine saya sudah menulis 60an artikel. Lumayan mumet ya kalau dipikirkan
sekarang menulis 60an artikel, belum lagi untuk LionMag jumlahnya pun selisih
sedikit. Ada cukup banyak foto saya menghiasi sampul depan Batik Inflight
Magazine, jadi cover. Senang lihatnya setiap kali muncul edisi baru ada foto
jadi sampul. Ada kebahagiaan tersendiri.
Dari foto-foto yang jadi sampul Batik Inflight
Magazine tersebut, ada beberapa yang saya favoritkan. Bukan semata-mata karena
enak dilihat oleh mata saya tapi juga karena cerita di balik pembuatan
foto-foto itu. Ya, Behind the Scene (BTS)
istilahnya. Setiap memandang fotonya, memori saya akan perjalanan ke sana muncul
kembali dengan cepat. Itulah kekuatan media visual foto.
Berikut ini adalah 10 sampul favorit saya, My 10 Favorite Covers of Batik Air Inflight
Magazine. Dimulai dari urutan 10 ya?
10. SERENADE LOIRE VALLEY
Release: Batik Inflight
Magazine, edisi Januari 2015
Lokasi Pemotretan: Centre-Val
de Loire, Perancis
Peta: Google Map
BTS: Rigny Usse adalah sebuah desa kecil di
Centre-Val de Loire, Loire Valley, Perancis. Saya menginap di penginapan
sederhana di sini setibanya semalam (tiba sudah gelap, dijemput pemilik
penginapan di stasiun). Desa ini berjarak 500an meter dari Chateau d’Usse atau
Kastil Usse, bangunan istana yang terkenal dengan dongeng Sleeping Beauty (Putri Tidur). Perjalanan saya ke sini adalah bagian
dari menjelajahi Loire Valley, lembah yang penuh dengan kastil-kastil megah
peninggalan para bangsawan serta raja-raja abad Pertengahan. Ada sekitar 300an
kastil di Lembah Loire ini, waktu saya hanya satu minggu jadilah saya hanya
mengunjungi kurang dari 10 kastil. Loire
Valley is one of the most beautiful regions in France, for sure!
Foto ini saya potret pagi-pagi dari jendela
penginapan. Saya dapat kamar di lantai dua, dengan jendela yang membentangkan
pemandangan ke arah rumah-rumah dan gereja. Semua bangunan di desa ini (juga di
seantero Loire Valley) didominasi oleh tembok berwarna krem dengan atap dicat
abu-abu. Jarang sekali kelihatan mobil lewat dan agak sepih. Cuaca mendung pagi
itu karena gerimis turun semalaman. Untungnya sekitar jam 10 pagi matahari
muncul dan langit cerah, sehingga saya bisa jalan kaki mengunjungi kastil.
Cerita tentang
Loire Valley dan foto-fotonya bisa dibaca di link Batik Air (Klik di sini)
09. VALETTA NAN JELITA
Release: Batik Inflight
Magazine, edisi April 2017
Lokasi Pemotretan: Valetta,
Malta
Peta: Google Map
BTS: Kalau buka peta Eropa, pasti agak
kesulitan menemukan lokasi negara Malta, sebab dia hanyalah sebuah negara kecil,
berwujud pulau-pulau (yang juga kecil-kecil), dan terletak bagaikan satu titik antara Pulau Sisilia (Italia)
dengan Tunisia (utara Afrika). Ibukotanya adalah Valetta, kota di tepi laut penuh
dengan benteng-benteng. Kota ini mencampurkan dua gaya, yakni Italia dan Arab.
Kenapa Arab? Karena dulu pernah diduduki oleh bangsa Arab pada tahun 870-1050.
Jadi banyak nama-nama jalan dan makanan berkarakter Arab. Kalau sudah berada di
sekitar tanjung maupun teluk-teluknya, bakalan hektik sendiri bikin foto-foto
karena angle-anglenya keren semua.
Puyeng sendiri kita mau foto yang mana, lantaran setiap sudut di area dekat
lautnya menawan sekali!
Foto cover ini saya buat di atas sebuah benteng
juga bagus nian karena ada kanal air yang tinggi dan taman sisa-sisa Perang
Dunia. Pemandangan dari sini menghadap ke Fort Saint Angelo (lagi-lagi
benteng!) di seberang teluk sempit arah timur. Fort Saint Angelo ini berada di
atas tanjung. Ada 4 tanjung bertetanggaan di sana, dan setiap tanjung ada
bentengnya lagi loh! Foto ini saya potret sekitar jam 16.00 sore. Cuacanya
bagus, cerah dan hangat tapi ada angin sembriwingnya, adem. Langitnya tidak ada
awan sama sekali waktu itu. Biru bersih.
Cerita
tentang Valetta dan foto-fotonya bisa dibaca di link Batik Air (Klik Di Sini)
08. MAGI ARUNIKA MAGHILEWA
Release: Batik Inflight
Magazine, edisi Januari 2020
Lokasi Pemotretan:
Maghilewa, Flores, NTT
Peta: Google Map
BTS: Perjalanan ke kampung
tradisional di Flores ini terjadi atas undangan dari salah seorang pengusaha
yang tidak lain merupakan keturunan dari suku utama di kampung ini. Maghilewa
berada di selatan Gunung Inerie, Bajawa, tidak jauh dari laut Sawu. Saya diajak
untuk melihat kampung ini sekaligus berbagi cerita kepada warga beberapa desa
di sana tentang wisata budaya dan konsep pengembangan community based tourism karena mereka ingin mengenalkan wilayah
mereka dan sedang antusias menyambut siapa saja yang datang.
Saya menginap di rumah adat, ditemani keluarga
suku utama. Setiap hari saya membuat foto dan video, mengabadikan ritual yang
mereka gelar serta momen-momen kebersamaan kami. Malam sebelum tidur, alarm di
handphone selalu saya aktifkan agar bangun sebelum matahari terbit, supaya saya bisa
memotret suasana pagi. Termasuk untuk foto cover ini, saya terbangkan drone
pagi hari sekitar jam 06.00, bermanuver di langit Maghilewa. Untuk menangkap
view kampung yang lengkap dengan hutan, laut, serta paduan warna pagi yang
hangat sendu, posisi drone saya terbangkan ke sisi utara kampung, naik-turun
sampai memperoleh komposisi yang pas. Dapat peringatan low-bat, tapi lantaran saking asyiknya, saya baru memulangkan drone
ketika baterai benar-benar sekarat. Alhasil, ketika sudah di posisi hendak
turun, di ketinggian sekitar 300 meter, tiba-tiba drone hilang tenaga, lalu
terjun bebas. Saya langsung gelagapan menangkapnya, kena di tangan tapi terlempar
ke rumput-rumput. Untunglah rumputnya tebal, dan setelah dicek, keadaan drone
baik-baik saja. Huft..! Sudah panik!
Cerita tentang
Maghilewa dan foto-fotonya bisa dilihat di link Batik Air (Klik Di Sini)
07. DUNIA KLASIK DUBROVNIK
Release: Batik Inflight
Magazine, edisi September 2015
Lokasi Pemotretan: Dubrovnik,
Kroasia
Peta: Google Map
BTS: Kalian penggemar serial
‘Games of Thrones’? Nah, Dubrovnik
adalah salah satu lokasi utama syuting film tersebut. Kota di pesisir ini
memang rupawan. Area Stari Grad dan benteng Lovrijenac Fortress memang sangat
layak jadi latar film bertema Medieval. Eit, saya ke Dubrovnik sebelum film itu
dibikin, jadi saat menjelajahi Dubrovnik otak belum tercampur dengan imajinasi
dalam adegan-adegan Games of Thrones. Namun,
ketika film itu tayang, saya justru merasa seolah jadi salah satu kru
sinematografi. Soalnya saya hafal setiap angle
tempatnya. Begitulah, kalau kita pernah kunjungi suatu tempat lalu tempat itu
jadi lokasi film yang digandrungi, tatkala nonton filmnya kita tidak fokus lagi pada
jalan cerita melainkan otak kita malah sibuk membayangkan hal-hal
teknis syuting, misalnya kamera shoot
dari arah mana, apakah pemainnya berdiri di titik yang dulu pernah kita
berdiri, bagian mana yang asli-mana yang diberi tambahan efek digital,
macam-macam. Ya, demikianlah sindrom traveling.
Untuk cover Batik Inflight Magazine ini, fotonya
saya jepret dari bastion kota tua Stari Grad. Kota tua Dubrovnik dikitari oleh
tembok kuno dengan begitu banyak menara pandang serta balkon view,
sepuas-puasnya fotografer mau jepret di mana. Saya berdiri di menara bagian
timur laut, menghadap ke timur menuju ke Old Harbour dan Lazareti. Foto ini
dibuat setelah makan siang, agak-agak high
exposure sehingga harus kurangi level eksposur pada kamera.
Cerita
tentang Dubrovnik dan foto-fotonya bisa dilihat di link Batik Air (Klik Di Sini)
06. SINGGAH DI LAGUNA
OELANGGA
Release: Batik Inflight
Magazine, edisi September 2019
Lokasi Pemotretan: Rote, NTT
Peta: Google Map
BTS: Bermula dari kiriman
foto-foto melalui Whatsapp seorang kenalan, bernazarlah saya untuk kembali ke
Rote dan menjadikan Oelangga sebagai target utama kunjungan. Pulau Rote
merupakan pulau terselatan di Indonesia, dan sebelumnya sudah beberapa kali
saya ke sana (kebetulan kakak sulungku bertugas di Rote), namun Oelangga belum
saya kenal waktu itu lantaran dulu aksesnya masih sulit, jalanan masih darurat.
Ke Oelangga, saya ditemani oleh seorang tukang
ojek yang saya mintai jasanya untuk antar-jemput selama di Rote. Ternyata, dia
hanya paham lokasi desa Oelangga tapi belum tahu persis di mana letak pantai
Oelangga yang saya maksud. Kami tiba Oelangga tapi tidak menemukan pantai pasir
putih bertebing-tebing seperti dalam foto. Hampir sejam kami hanya terpekur
diam saja (karena signal internet tidak terjangkau di Oelangga), lalu dia
tiba-tiba mengusulkan untuk trekking
ke perbukitan di sebelah selatan. “Siapa tahu pantainya ada di belakang
tebing-tebing itu,” katanya. Meskipun mood
saya kendor, tapi saya bertekad untuk menemukan pantainya hari itu. Jadilah
kami menyusuri bukit savana di siang yang terik berdua. Selang 30 menit
berjalan, munculah sepotong bayangan pasir putih pantai Oelangga, kami berdua
berlari-lari kegirangan. Kami duduk-duduk berpuas hati memandang panorama dari
atas tebing, kemudian turun dan singgah ke pantai serta laguna yang elok. Foto
cover Batik Inflight Magazine ini saya potret dengan bantuan drone,
diterbangkan dari pantai. Angin lumayan kencang siang itu, tapi drone cukup
terjaga keseimbangan. Saya menargetkan komposisi dua teluk yang dipisahkan oleh
segaris pantai. Saya suka tempat ini, seperti nirwana yang spektakuler tapi
damai tersembunyi.
Cerita
tentang Oelangga dan foto-fotonya bisa dilihat di link Batik Air (Klik Di Sini)
05. NEGERI KAYA TRADISI
Release: Batik Inflight
Magazine, edisi Agustus 2017
Lokasi Pemotretan: Waerebo,
Flores, NTT
Peta: Google Map
BTS: Foto Waerebo ini saya
jepret tahun 2015, tapi tidak pernah saya munculkan. Memang saya menulis
beberapa artikel tentang Waerebo tapi menggunakan foto dengan angle-angle yang lain. Barulah tahun
2017, saya sertakan saat menulis artikel untuk Batik Inflight Magazine, dan
foto ini terpilih jadi covernya.
Tahun 2015 itu saya datang ke Waerebo menjelang
musim hujan, dan jalan kaki mulai dari Sekolah Dasar Denge itu becek berlumpur
semua. Berangkat jam 3 sore tiba di Waerebo jam 18.00, sudah diniatkan untuk
bermalam. Kebetulan saya sudah kunjungi Waerebo sebelumnya yakni tahun 2012
saat tiga rumah adat baru selesai dibangun dan wisatawan belum terlalu banyak,
sehingga penduduk masih hafal wajah saya ketika saya kembali tahun 2015 (saya
bagikan foto mereka yang saya buat tahun 2012). Untuk foto cover ini, saya
bangun pagi-pagi, kemudian mendaki lereng bukit sebelah timur ke Pondok Baca.
Dari situ saya memotret suasana pagi kampung. Menarik sekali melihat matahari
muncul lalu menimpah atap rumah-rumah kerucut yang menjatuhkan bayangannya ke
halaman kampung. Lalu satu per satu warga keluar halaman menggelar tikar/karung
bekas untuk menjemur biji kopi.
04. DI ANTARA WADAS BASTEI
Release: Batik Inflight
Magazine, edisi September 2018
Lokasi Pemotretan: Basteibrucke,
Saxony, Jerman
Peta: Google Map
BTS: Idealnya kalau mau foto
tempat ini adalah pagi hari pas matahari terbit karena bisa dapat warna langit
kuning yang bagus, sinar matahari yang memapar tebing-tebing batu, dan kabut
yang mengambang. Tapi sayangnya cuaca kurang bersahabat waktu itu, jadinya
sekitar jam 10 barulah saya ke Bastei. Tempat ini bagi saya adalah destinasi
wisata alam Jerman bagian timur yang menarik, hutan pinusnya berhektar-hektar
dihiasi oleh bukit-bukit batu yang tinggi-tinggi. Suasananya seperti hutan
dalam film Twilight. Yang spesial lagi yakni adanya
Basteibrucke, jembatan batu yang dibangun tahun 1824 di ketinggian tebing.
Sangat fantastis laiknya jembatan Negeri Dongeng. Di balik batu-batunya
panorama lembah dan sungai memanjakan mata. Pengelola tempat ini membuatkan
tangga-tangga ke sejumlah bukit-bukit batu dengan view menakjubkan.
Untuk membuat foto cover Batik Inflight Magazine
ini, saya memotret Basteibrucke dari bukit batu bernama Ferdinanstein (Batu
Ferdinan), terletak di samping utara dekat restoran tebing. Ini salah satu
titik paling pas (juga aman) untuk memotret jembatan batu tersebut karena
posisinya cukup tinggi sehingga sejumlah komponen pendukung seperti hutan dan
lembah yang jauh di belakang bisa masuk frame.
Oya, kalau memotret disini perlu tripod yang steady jangan bawa tripod yang ringan karena sering angin kencang
datang tiba-tiba, kalau tripod ringan bisa tertiup jatuh ke tebing (Saya
mengalaminya, hiks. Untung pas kamera sedang saya pegang, kalau tidak pasti
ikutan jatuh).
Cerita
tentang Bastei dan foto-fotonya bisa dilihat di link Batik Air (Klik Di Sini)
03. PINTA TAK PUDAR PULAU
PADAR
Release: Batik Inflight
Magazine, edisi Juni 2016
Lokasi Pemotretan: Pulau
Padar, Flores, NTT
Peta: Google Map
BTS: Foto ini saya buat bulan Oktober 2014. Awalnya dipublish di LionMag bulan Desember 2014, selang 2 tahun kemudian (2016)
dipublish lagi di Batik Air dan sekaligus jadi cover. Jadi usia foto ini sudah
6 tahun lebih (2014-2020). Enam tahun lalu Pulau Padar belum banyak dikenal,
belum viral dan belum jadi Instagram target seperti sekarang. Pergi kesana pun
sangat sulit, karena belum termasuk rute wisata. Semua kapal hanya ke Pulau
Komodo-Rinca-Kanawa. Butuh dua minggu luntang-lantung cari kapal, kemudian
nasib mujur mempertemukan saya dengan seorang pemilik kapal bernama Pak Mat.
Sejak itu kami jadi seperti keluarga hingga kini.
Pak Mat antusias saat tahu saya juga suka mendaki-daki bukit terutama untuk sunrise dan sunset. Beliau doyan hiking
rupanya. Kami berlayar 3 hari 2 malam dengan kapalnya, singgah di banyak pulau
sebelum endingnya di Pulau Padar. Kami menginap semalam di Padar, dan
mendapatkan momen sunset dan sunrise seperti dambaan kami. Padar sangat sepi
waktu itu, hanya kapal kami yang mampir di sana, belum ada dermaga, semua masih
murni alami, tidak ada secuil pun sampah (beda sekali dengan kondisi
sekarang). Untuk foto ini, saya mendaki di bukit sebelah barat sekitar jam
16.00 sore, lalu berdiri di ujung lereng bagian bawah. Tripod saya letakkan
sekitar 400 meter, dan saya masuk jadi model, selfpotrait memakai remote control. Sekarang kalau lihat
kondisi Pulau Padar yang sudah banyak
berubah, rasanya mau nangis. Karena dulu itu sepih dan natural, pokoknya
spektakuler. Sering sedih kalau tempat-tempat yang awalnya alamiah saja sudah
luar biasa, tapi berubah gara-gara pariwisata 😥😥
Cerita
tentang Padar dan foto-fotonya bisa dilihat di link Batik Air (Klik Disini)
02. LUKISAN BESTARI LÜBECK
Release: Batik Inflight
Magazine, edisi Desember 2015
Lokasi Pemotretan: Lübeck, Schleswig-Holstein,
Jerman
Peta: Google Map
BTS: Lübeck ini kotanya tidak
besar, tapi unik, terutama di kawasan Altstad Lübeck, yakni kota tua, lantaran
dikelilingi oleh kanal-kanal air seperti di Belanda, dan bangunan-bangunan di
sana didominasi oleh dinding bata merah. Kota ini berada di utara Jerman,
berbatasan dengan Denmark dan Laut Baltik. Dibangun di atas tanah yang lembek,
maka banyak bangunan tua yang tinggi-tinggi mengalami kemiringan. Jadinya,
rata-rata gereja yang berumur ratusan tahun di kota ini menaranya tidak tegak. Seperti
terlihat dalam foto ini.
Saya memotret di tepian timur danau kecil
Mühlenteich yang begitu tenang bak kaca. Gereja di seberang danau ini adalah
Dom zu Lübeck (Katedral Lübeck) yang dibangun tahun 1173 dan kedua menaranya
mengalami kemiringan akibat tanah yang melempem. Refleksi bangunan pada
permukaan danau amat sempurna, meskipun sebenarnya saya berharap ada seseorang
mendayung kayak melintasi danau itu.
Cerita tentang Lübeck dan foto-fotonya bisa
dilihat di link Batik Air berikut:KLIK
01. GOLDEN ROCK LEBIH DARI
SEKADAR ESTETIKA
Release: Batik Inflight
Magazine, edisi Oktober 2014
Lokasi Pemotretan: Kyaiktiyo
Temple, Myanmar
Peta: Google Map
BTS: Ini foto selalu punya tempat istimewa di
hati saya karena saat memotret suasana di lokasi Golden Rock sangat enigmatik, penganut
Budha datang berdoa dengan khusuk, lonceng genta dibunyikan, dan matahari senja
menguning membuat kuil batu tampak gemilang. Saya mengalami semacam ‘trance’ saat itu karena situasi yang meditatif
meski banyak sekali orang datang ke sana. Saya menunggu dari jam 16.00 sore
demi mendapatkan momen ini. Foto dibuat sekitar jam 17.30 sore. Dan saya bertahan di sana sampai jam 21.00 malam, tertegun mengamati para biksu yang bersemadi dalam redup cahaya malam bertabur bintang. Dalam hati saya sempat berbisik sendiri "Kayaknya saya pingin masuk agama Budha."
Datang ke tempat bernama lain Kyaiktiyo Pagoda ini
saya butuh perjuangan. Sebelumnya menuju Kinpun, kota terdekatnya, saya
berdesakan dalam pick-up melewati jalanan berlubang. Kemudian dari Kinpun
menuju Golden Rock saya menumpang truk. Benar-benar petualangan sendirian dan
menyadarkan keselamatan pada kebaikan-kebaikan orang. Saya mengalami banyak hal,
banyak perubahan, tapi kenangan akan tempat-tempat yang saya datangi tetap
abadi dalam ingatan. Seperti pepatah mengatakan “People Change, Memories Don’t”.
**
Follow Instagram saya DI SINI
#valentinoluis
#travelwriterindonesia #traveljournalist #travelphotographyindonesia #lionmag
#lionair #inflightmagazine #batikair #batikairmagazine #majalahpesawat
#penulisperjalanan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar