Jalan-jalan ke Sisteron (PERANCIS)

SISTERON
Semerbak Wangi Lavendernya
Merayap Hingga ke Hati

























Di mana kira-kira Anda bisa mengirup semerbak wangi tanpa harus menumpahkan parfum? Penahkah Anda membayangkan untuk hidup di sebuah daerah yang aroma udaranya terisi wewangian alam? Sisteron. Di sinilah, tempat seharusnya Anda tak perlu keluar-masuk toko penjaja wewangian demi menciptakan sebuah citra.
























Tapi Sisteron bukan hanya itu. Sisteron lebih dari sekadar wangi lavender, dia sesungguhnya satu bagian dari surga yang tertinggal di bumi. Setidaknya, surga yang tertinggal di belahan pegunungan selatan Perancis. Barangkali saja Tuhan sengaja menempatkannya di sana.

Daerah yang dijuluki "Pearl of Haute Provence" alias Mutiara Propinsi Heute ini memang luar biasa indahnya. Bahkan orang Perancis menjunjungnya sebagai “The Moon”.

Saya sewaktu menyinggahi tempat ini, bukan main dibuat takjub. Serta merta segala kepenatan karena perjalanan yang panjang dari Nice pun sirna sudah. Benar memang kata orang, untuk menikmati sebuah keindahan yang sesungguhnya kita harus melewati perjalanan panjang. 

Sisteron yang menjadi bagian dari Propinsi Alpes de Heute, dalam sejarah ia adalah sebuah kota penting, di mana sekali peristiwa tempat ini menyatuhkan dua sisi, yakni kesengsaraan dan kemuliaan. Kilauan matahari mediterania yang bersinar di atasnya seolah mempertegas posisinya yang berada pada lintasan pegunungan Alpen. Dengan heritage dan equally exceptional setting-nya, Sisteron tentu saja menggiurkan bagi para pengunjungnya.




























Sebuah benteng di atas bukit kapur seolah memahkotai keelokannya. Sungguh kesempurnaan sebuah kota yang dibelah oleh sungai Durance yang airnya kebiru-biruan, air yang berasal dari es pegunungan yang mencair. Bangunan-bangunan dalam kota ini, memiliki ciri arsitektural dari beberbagai jaman, mulai dari gaya bangunan abad 12 sampai abad 17. Penduduk menghiasi jendela-jendela rumah dan pagar jalan dengan tanaman bunga segar yang digantung dalam pot-pot. Keren banget loh!

Kami memarkir mobil di areal parkir khusus wisatawan yang letaknya langsung di tepi sungai Durance. Lebih gilanya lagi, tepat di posisi yang maha luarbiasa yakni di Porte de la Provence atau Pintu Gerbang Provence, titik ini disebut demikian lantaran dua tebing pegunungan yang terbelah dan dialiri sungai Durance itu mirip gapura.

Tebing sebelah sungai bercorak pilar-pilar miring sedangkan yang disebelahnya lagi, di tempat kami memarkirkan mobil, di atas cadasnya bertengger sebuah benteng dengan bendera berkibar-kibar. Saya sempat berpikir juga, barangkali dua tebing ini terjadi karena banjir yang hebat di masa lampau yang mengakibatkan gunung kecil terbelah jadi dua. Cukup lama saya berada di tempat ini, melintasi jembatan untuk mencapai tebing sebelahnya. 

Sisteron ini kira-kira berjarak 135 km dari kota Marseille dan 180 km dari kota Nice. Bagi Perancis, Sisteron juga terkenal dengan cuacanya yang bagus di musim panas, daerah ini sangat nyaman dan hangat dan memiliki langit yang sangat terang. Karena lokasinya yang sangat strategis, lokasi ini telah dihuni kelompok manusia sejak lebih dari 4000 tahun silam. Bahkan bangsa Romawi pun membentuk kota ini menjadi begitu dramatis dengan menyisahkan nuansa musoleum dan ciri kota Galo-Roman. Pada masa itu Sisteron di lidah orang Romawi disebut Segustero. Kota ini juga turut pula memiliki sejarah bagi agama Kristen, baik Katolik maupun Protestant.






























Sisteron merupakan kota kelahiran banyak pujangga, salah satunya adalah Paul Arene yang hidup pada tahun 1843-1896. Selain puisi, dia menghasilkan novel dan cerita pendek, yang terkenal misalnya Jean des Figues, La gueuse parfumée, La veine d'argile dan La chèvre d'or. Begitu dalam cintanya akan Sisteron, hingga ia telah menyiapkan kalimat untuk ditulis di pusaranya, yang menyatakan Sisteron sebagai jiwanya: Ieu m'en vau l'amo ravido d'agué pantaïa ma vida (I leave with my soul, delighted to have dreamed my life).

Saya sangat menikmati kujungan saya di sana, menghirup lavender dari ladang-ladangnya, melewati lorong-lorong kota yang sempit, dan menikmati pemandang alam yang luar biasa. Ketika harus melanjutkan perjalananku, serupa kalimat di pusara Paul Arene, saya pun hendak berbisik: “Kutinggalkan engkau bersama jiwaku, gembira untuk bermimpi dalam hidupku.”

Tapi, mudah-mudahan saya tidak mati di atas meja tulisku, seperti Paul Arene itu hehe..he…he..



Jalan -jalan ke Gelnhausen (Jerman)

GELNHAUSEN: Ketentraman Abad Pertengahan di Pinggir Frankfurt

Jerman adalah sebuah negara besar di Eropa. Dengan jarak yang cukup jauh antara satu kota ke kota yang lain tapi hilir mudik penerbangan umumnya berpusat di Frankfurt, kiranya lumayan membuat kondisi fisik menjadi kurang fit. Kendati bosan dengan suasana kota yang terlalu metropolis, banyak orang ngga punya pilihan selain menginap di Frankfurt sehari sebelum terbang atau pun meneruskan perjalanan ke kota lain.
Nah, jika anda kerap terbang ke/dari Frankfurt dan punya kejenuhan yang serupa, pernahkah anda berpikir untuk melakukan persinggahan sementara atau menginap semalam di sebuah kota kecil di dekat Frankfurt? Punyakah anda sebuah ide untuk menenangkan diri di sebuah kota kecil yang tidak begitu jauh dari airport tapi cukup membuat anda terkesan?

Bayangkan, misalkan aja harus berangkat dari Koeln, Muenchen, atau Hannover dan terjebak lagi beberapa kali di Bahn sebelum tiba di Frankfurt, lantas besoknya anda terbang ke Indonesia yang ribuan kilometer jauhnya. Pasti bete….

Ini dia solusinya, Gelnhausen, sebuah kota yang patut anda kunjungi guna menghilangkan penat anda. Letaknya yang di pinggir Frankfurt tapi tersembunyi dari hiruk pikuk kendaraan, dikitari bentangan alam pebukitan hijau serta tata kotanya yang menawan, sungguh menjadi penutup manis hari terakhir anda di Jerman. Mau tahu apa asyiknya kota Gelnhausen ini? Tengok yuk….
Berada di kaki gunung Vogelsberg dan Spessart di tepi sungai Kinzig, Gelnhausen pada tahun 1170 memperoleh hak-hak kedalautan kota oleh kaisar Friedrich I yang lebih dikenal dengan nama Barbarossa, lantaran orang ini punya janggut merah (asli, ngga pakai pewarna buatan he..he..). Well, hak-hak kedalautan itu maksudnya penduduk diberi hak seperti memiliki tanah sendiri atau hak terbebas dari kewajiban-kewajiban bersifat imperial terhadap raja, dan hak-hak lainnya. Tentu saja dengan beberapa persyaratan sebelumnya. Kala itu, hak kedalautan seperti ini masih sulit dirasakan oleh penduduk. Makanya banyak orang yang berdatangan dari luar daerah demi turut mengecap kebebasan ini. Hasilnya, kota pun berkembang dan kemakmuran tumbuh subur.
Namun, akibat perang yang berlangsung dari tahun 1618 sampai 1648 alias Dreißigjähriger Krieg, keistimewaan dan kepentingan Gelnhausen sebagai kota yang berada dibawah wewenang kaisar pun lenyap. Kendati demikian, dengan semangat dari penduduknya yang telah terbiasa bekerja keras, Gelnhausen kembali bangkit dari kejatuhannya. Kini, dengan penduduk sebanyak 22.000 jiwa, ditengah tumbuhnya kota-kota modern, Gelnhausen ini masih memberi tempat bagi sejumlah bangunan jaman dahulu dan belum kehilangan suasana kotanya bak kota-kota di abad pertengahan. Mmmm….siapa yang ngga terpukau pada rumah-rumah abad 16 yang tetap berdiri anggun meski telah berumur, pada jalan-jalan batunya yang sempit seumpama ular meliuk turun dari dahan pohon.(Info klik ke http://www.gelnhausen.de/)











Kota kecil ini memiliki dua pasar yakni pasar atas dan pasar bawah yang letaknya ngga berjauhan. Pagi hari kedua pasar ini cukup sibuk dengan transaksi ekonomi. Tapi kesadaran warganya akan kebersihan menyebabkan pasar-pasar ini, setelah usai jam pasar, sama-sekali ngga menyisahkan bau apalagi sampah. Sehingga sore hari, di kedua tempat ini suasananya seperti square. Adem untuk dilintasi. Apalagi diterangi temaram lampu-lampu jalan dan dari bangunannya. Di square pasar atas, ada satu patung yang menggambarkan seorang lelaki mengangkat sebuah tongkat menyentuh lampu jalan. Ceritanya, jaman dulu ada seorang kakek tua yang secara sukarela mengabdikan diri sebagai penyala lampu jalan. Waktu itu lampu-lampu jalan masih pakai minyak. Pak tua inilah yang dengan tongkat menyulut api agar lampu-lampu bisa menyalah. Sebagai kenangan, maka patung ini dibuat.






Menyebut Gelnhausen sudah pasti bersinggungan dengan Kaiserpflaz.
Kaiserpflatz yang bentuknya seperti benteng ini adalah sebuah bangunan yang dahulunya adalah tempat peristirahatan raja bila sedang berkeliling Jerman. Sayangnya bangunan ini sudah tidak sempurnah lagi karena pernah dirobohkan, sebagian ornament diambil orang, dan batu-batunya dipakai sebagai tanggul pelindung sungai Kinzig. Untung masih ada segelintir orang yang merasa perluh dilestarikan sebagai monument sejarah, sehingga walaupun hanya tersisa sedikit, bangunan yang didirikan di atas 12.000 batang pohon yang dibenamkan demi kokohnya bangunan karena tanahnya berlumpur ini menjadi tidak hilang sama sekali. Kaiserpflatz ini menjadi contoh terakhir sisa bangunan milik kaum bangsawan Staufer penguasa Jerman jaman dulu. Masih terdapat banyak ukiran –ukiran unik.





Jika menyusuri jalan raya di tengah-tengah kota, akan terlihat satu bangunan tua lagi. Yang ini namanya Hexenturm atau menara perempuan sihir. Ceritanya, bangunan ini dipakai sebagai pelindung kota, tempat memata-matai musuh atau orang yang dicurigai. Lantas ia beralih fungsi sebagai penjara bagi perempuan-perempuan jago tenung, tukang pelet atau perempuan yang dicurigai mempunyai kekuatan sihir. Asal tahu aja, dikitaran tahun 1550-1650, benua Eropa dilanda kampanye pemfitnahan, seperti pergerakan menumpas ilmu hitam.



Dua lagi bangunan yang patut diamati adalah Marienkirche dan St. Peter kirche.
Marienkirche adalah gereja protestan yang dibuat di abad 12 tepatnya di tahun 1170, masa-masa dimana revolusi gereja berkecamuk dan semangat pengikut Martin Luther lagi berkobar-kobar di Jerman. Hampir bersamaan dengan pembangunan Kaiserpflatz oleh Barbarossa. Bisa dibilang bahwa gereja ini menjadi landmark Gelnhausen karena bangunan beserta menaranya yang tinggi itu bisa dilihat dimana-mana. Isi gereja ini pun amat bagus karena altarnya setinggi 1500 meter yang menampilkan Maria dengan empat orang suci. Untuk St Peter kirche, gereja ini adalah milik umat katolik yang dibangun pada abad 13. Gereja St Peter ini kerap menyelenggarakan pertunjukan musik.
Letaknya persis di samping hotel “Schelm vom Berg,” tempat saya menginap dengan dinner di halaman depan nan syahdu.















Ronneburg:




Semalam tidur di Gelnhausen bisa semakin sempurna bila anda sempatkan waktu lagi besoknya untuk mengunjungi obyek lain. Kalau anda terbang ke Indonesia pukul 3.00 sore, artinya anda harus di airport dua jam sebelum terbang, dan artinya pula: anda masih punya waktu setengah hari di Jerman, bukan? Mau menambah kesan lagi sebelum meninggalkan Frankfurt? Singgahlah salah satu kastil di dekat Gelnhausen. Salah satu kastil? Ya, jangan kaget, ada beberapa kastil yang bisa anda datangi jika anda mau melungakan waktu dua tiga jam sebelum termenung di airport.

Ronneburg. Ini dia salah satu kastil yang saya kunjungi. Jaraknya 20 km dari Gelnhausen. Sadar, Bro, kita di Eropa. Jarak tempuh 1 jam = 120 km. So, bukankah itu artinya dekat?



Lepas dari jalur A66 Frankfurt atau Hanau belokkan kendaraan anda ke Fulda, dan temukan plang Langenselbold yang akan mengantar anda ke Ronneburg. Di saat kendaraan anda sudah meluncur diantara ladang gandum, bayangan kastil Ronneburg pun menyembul dari kejauhan. Kastil yang tepatnya dibilang benteng ini dibuka dari hari Selasa hingga Minggu, dari jam 10.00-18.00. Selain hari Senin, penutupan benteng ini berlangsung selama bulan Desember hingga Februari. Dengan ticket seharga 4 Euro untuk dewasa dan 3 Euro untuk anak-anak, saya mendapatkan keleluasan melihat isi bangunan ini. Jauh lebih bebas dan tidak kaku dibandingkan dengan beberapa kastil lain yang sempat saya kunjungi. Disini asyiknya, karena digunakan sebagai benteng, banyak sekali ala-alat masa lampau yang tersimpan sesuai keadaannya dulu. Mulai dari peralatan dapur, tempat peleburan besi, kereta barang, hingga alat pemenggalan kepala. Pokoknya suasananya dapat abis….! Dalam setiap bulan selalu ada acara berbau kolosal digelar di tempat ini, juga pesta-pesta bernuansa abad pertengahan (info klik ke http://www.burg-ronneburg.de/ ).



Sejarahnya, dikatakan bahwa karena sering perang, pemilik sering diganti, dijual dan dibeli oleh yang berkasta yang menguasai daerah itu. Pada abad ke 16 benteng ini terjadi kebakaran, kemudian direnovasi lagi. Terus, pada abad ke 17 Ronneburg menjadi tempat perlindungan orang Yahudi dan kaum pengelana (gipsy). Orang-orang ini dikurung disini karena kepercayaan mereka yang berbeda dengan penduduk sekitar. Mereka bekerja apa saja untuk kepentingan pemilik bangunan termasuk membuat sumur yang dalamnya ratusan meter. Saya mencoba menikmati sisi seramnya sumur ini dengan menyiram air ke dalam sumur dan bunyi air yang menyentuh dasar sumur baru terdengar belasan menit kemudian. Sumur sesempit dan sedalam ini,wah...berapa banyak orang yang berkorban tenaga dan mungkin nyawa untuk menggalinya?

JALAN-JALAN KE ITALIA

Roma " kota abadi", Florence kota yang memperkenalkan dunia pada Renaissance, Venesia kota yang dibangun di atas seratus dua puluh pulau kecil dan jangan lupakan the crown jewel of Christianity, Vatican. Pabila anda menjelajahi Italia, sudahlah barang tentu menjadi satu kewajiban untuk mengunjungi kota-kota di atas.

Beribu-ribu pengunjung berdatangan demi mendapati sisi treasure dari Roma, Florence, Venesia dan Vatican serta kota-kota lainya di Negeri Azzuri yang terletak di semenanjung kecil Eropa itu. Demikian pun aku (danke fuer mein Augenstern).

Dari sudut ekonomi, kita tidak mendapati gambaran Italia sebagai sebuah negeri kaya. Bahkan terkesan miskin, jauh seperti gambaran Amerika atau pun Jepang. Anyway, sejak kecil aku (mungkin juga satu diantara kalian yang terlebih dulu lahir) telah diajar bahwa segala kesempurnaan bukanlah pada uang melainkan kultur, seni disertai a true sense of life. Nah, itulah yang dimiliki Italia dan orang-orangnya. Sesuatu yang sulit ditemukan di negara-negara yang membentuk kotanya dengan menara-menara baja pencakar langit, dimana dinding rumahnya nyaris tanpa cat terkelupas. Di Italia, banyak rumah yang cat dindingnya terkelupas tapi warnanya yang kuning gading adalah energi yang menyemangati hidup orang-orangnya.

Bayangkan seandainya sebuah buku seni tanpa mencantumkan pahatan patung, arsitektur, atau goresan kuas dari Michelangelo, Botticelli, Brunelleschi, atau Raffaello?
Pikirkanlah bagaimana musik di dunia ini tanpa Vivaldi, Rossini, Verdi, atau Puccini?
Mengenai Colombus yang menemukan benua baru dan Amerigo Vespucci yang menyadari bahwa benua baru adalah dunia sekaligus kehidupan baru (untuk alasan inilah dinamainya benua baru itu: Amerika)?
Juga para penemu dan ilmuwannya semisal Leonardo da Vinci dan Galileo Galilei?

Italia adalah suatu negeri dimana masa lalu tertulis di setiap tempat, tak seorang pun bisa melupakannya. Tak salah jika seseorang pernah berkata: “When you go around visiting the beautiful coasts, the scenic mountains, admiring the small villages among the hills or the superb cities of Rome, Florence, Venice, Milan and Naples, the print of man is there, part of our life, all of us.”

Bagiku, mengunjungi Italia adalah suatu kebutuhan jiwa yang terjawab, menyelam ke masa lampau, the final step in completing our cultural education.
Disini saya akan mengisahkan kunjunganku ke beberapa tempat di Italia, yakni Roma, Florence, Siena, Pisa,dan kota kecil Bolsena.

ROMA: Once Upon A Time in the Eternal City

La Citta Eterna (Kota Abadi), begitulah julukan Roma. Sebuah kota tua yang sangat indah terlihat antik dengan guratan sejarah yang berasal dari ribuan tahun silam. Selain julukan diatas kota ini juga dikenal dengan sebutan Caput Mundi (ibukota dunia), atau Limen Apostolorum (ambang pintu gerbang para rasul), atau la città dei sette colli (kota 7 bukit) atau singkat aja: l’Urbe (Kota) .Wuih….julukannya seabrek. Adalah kota modern dan cosmopolitan sedari jaman dimana (mungkin benar, bukan menghina bangsa sendiri loh..) saat itu nenek moyang kita masih kongkow di lubang-lubang batu. Setelah melewati beberapa dekade, seperti Perang Dunia, Roma tetap memiliki karakter Renaissance dan Baroque.

Urlaub di Roma yang terkenal sebagai kota yang ngga murah itu, perlu persiapan matang kalau ngga mau dompet kita habis terkuras hanya dalam waktu satu dua hari aja. Untuk itu, kami menginap di Camping Roma. Jangan salah loh, namanya camping tapi bukan berarti kita bakal berat-berat bawa tenda sendiri atau mesti meringkuk di bawah tenda sewaan di kota Roma yang punya perfect Summer. Meski ada juga sih layanan seperti itu.

Camping Roma ngga jauh beda seperti penginapan-penginapan pada umumnya, Cuma nuansanya aja yang beda,ngga kayak hotel tapi lebih dekat sama alam aja alias lebih ke-outdoor,open air. Di tempat itu kita bisa memilih untuk menginap di pondok (namanya aja pondok tapi yang ini paling mahal…), permanent caravan (ini cuma bilig ngga ada kepala mobilnya soalnya yang disewakan emang cuma bilig itu he..he..he..), nginap di caravan sendiri atau buat tenda yang alatnya dibawa sendiri dari rumah. Dua pilihan terakhir biayanya paling murah,soalnya kita cuma bayar lahan yang kita pakai. Sementara dua pilihan yang pertama itu adalah milik pengelola.

Kami memilih untuk tinggal di caravan permanen. Kecil sih ukurannya tapi ngga jelek, satu ruang aja dengan tempat tidur di kiri-kanan plus kamar toilet di belakangnya. Singkatnya satu caravan bisa dipakai nginap 3 orang karena ada tiga tempat tidur (satu tunggal,satunya lagi tempat tidur bertingkat). Camping Roma ini letaknya strategis, tepatnya di via Aurelia, hanya 15 menit dari pusat kota, ngga berisik (kota Roma tuh berisik banget…!), akses ke kota gampang karena di depan pintu keluar ada halte yang tiap pagi pasti disinggahi oleh bus yang mau ke kota, lalu di sebelah jalan ada supermarket buat belanja ini-itu. Dan satu yang paling penting: harganya yang murah itu. Eit…ada kolam renangnya juga loh (cozy abis….), restaurant,dll. Pokoknya ini pilihan yang tepat dan paling aku rekomendasikan. (Info klik ke www.hostelclub.com/hostel-en-1471.html , bisa kok reservation via situs itu langsung-kalau minat).

Roma (aslinya sama dari bahasa Italia dan Latin: Roma) adalah ibu kota Italia, ibu kota Provinsi Roma dan juga ibu kota daerah Lazio. Kota ini terletak di hilir sungai Tiber, dekat Laut Tengah. Sebagai kota terbesar di Italia, Roma mempunyai populasi sebesar 2.823.807 jiwa (2004) dengan hampir 4 juta di daerah metropolitan.Sejarah kota ini sangat panjang, hampir 2.800 tahun. Selama itu, kota ini pernah menjadi pusat Kerajaan Romawi, Republik Romawi dan Kekaisaran Romawi, dan belakangan negara Kepausan, Kerajaan Italia, dan kini Republik Italia. Gila…

Belajar sejarah kota Roma kan? Nah, lewat bukti-bukti arkeologis ditunjukkan bahwa Roma bermula dari pedesaan di Bukit Palatine yang bersatu menjadi kota pada abad VIII SM. Kota ini berkembang menjadi ibukota Kerajaan Romawi yang – menurut tradisi – diperintah oleh 7 raja. Pada 510 M berubah menjadi Republik Romawi dan diperintah oleh Senat. Akhirnya menjadi Kekaisaran Romawi pada abad ke-31 Masehi. Di sisi lain, kota ini juga berhubungan erat dengan penyebaran agama Kristen ke seluruh Eropa dan sampai ke ujung dunia. Seiring dengan bangkitnya kekristenan, Uskup Roma yang kemudian dikenal menjadi Paus – mendapat dukungan keagamaan yang sama pentingnya dengan dukungan politik – berhasil memantapkan Roma sebagai pusat Gereja Katolik.

Itu kalau dipantau dari ilmu dan sejarah yang terungkap. Sementara mengikuti cerita turun-temurun, kota Roma dibangun oleh saudara kembar Remus dan Romulus, putera Mars (dewa perang) dan Rhea Silvia. Kedua anak ini tumbuh dan dibesarkan oleh seekor serigala betina. Agaknya persaudaraan mereka diwarnai oleh ambisi pribadi sehingga suatu hari Romulus membunuh Remus.
Nama Roma menurut ceritera, berasal dari nama penguasa
pertama, Romulus. Banyak pula yang mengatakan bahwa nama kota Roma berasal dari nama sebuah keluarga yang berasal dari zaman Etruscan – keluarga “Ruma”.

Sekarang, mari kita ke beberapa obyek wisatanya yang sempat saya kunjungi:

  • Basilika St Petrus + Museum Vatikan (Kapela Sixtina)

Sebagai salah satu anak Flores, cita-cita untuk menatap pusat hirarkhi Gereja sudah pasti terpatri semenjak saya tahu kalau saya menyandang predikat sebagai orang Katolik Roma. Siapa sih orang Flores yang ngga mau memijakkan kakinya di kota Roma? Atau tepatnya di Vatican? Itu mah sudah pasti impian yang dimiliki oleh mayoritas warga Nusa Bunga.

Dari segi luas wilayah dan jumlah penduduk, Vatikan adalah negara merdeka terkecil di dunia. Sebuah enklave dan dikelilingi kota Roma di Italia. Menjadi tempat tinggal Paus dan wilayah Takhta Suci, otoritas pusat Gereja Katolik. Ekonomi Vatikan yang non-komersial disokong dengan sumbangan dari para umat Katholik seluruh dunia, penjualan perangko, koin-koin, souvenir turis, iuran masuk museum dan penjualan beberapa buku dan majalah. Hampir 900 warga Vatikan tinggal di dalam tembok kota Vatikan.Mereka umumnya rohaniawan/rohaniawati dan termasuk Tentara Swiss, sebuah tentara sukarela yang mengabdikan diri menjaga negara ini. 100% warga Vatikan beragama Katolik. Bahasa Resmi adalah Bahasa Latin, tetapi Bahasa Italia lebih sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti sudah kutulis di atas, Vatican adalah incaran pertamaku. Melangkah kesana aku dicampuri berbagai perasaan antara gembira,haru, dan bersyukur.Tahu ngga, aku tuh ngga percaya kalau ada negara sekecil ini, di tengah kota lagi dan cuma dibentengi tembok. Terus waktu tiba di St Peter Square, My God, aku di depan Basilika!!!!!! Bangunan yang selama ini aku lihat di TV kalau pas siaran hari Natal dan Paska. Square punya collonade sebagai fasade di square ini plus sebuah obelisk dan fountain di tengahnya, lapang dan cantik. Banyak orang yang hilir mudik tapi ngga ribut. Sementara di sebelah kanannya antrian orang bejibun menjalani security check untuk masuk ke dalam Basilika. Ada dua titik yang disebut ‘centro’ dimana kalau kita berdiri tepat di titik ini lapisan pilar-pilar di kiri-kananya akan terlihat hanya satu lapisan aja, kalau kita geser dikit aja, langsung deh muncul pilar-pilar di belakangnya. Masuk ke dalam Basilika, aku dibuat kagum dengan isinya,patung serta lukisannya, makam St. Petrus, patung Pieta-nya Michelangelo yang dekat pintu keluar, dibatasi kaca karena beberapa kali pernah dicoba dibom. Kemudian, naik ke menara,aku melihat dari atas pemandangan kota Roma, St. Peter Square juga isi negara Vatican yang cuma bisa dimasuki oleh tamu negara. Hari minggunya, aku menghadiri audiensinya Sri Paus.Uh…dadaku berdegup waktu tepuk tangan bergemuruh dari pengunjung taktala jendela di sebelah kanan atas terbuka dan Paus Benedictus muncul melambaikan tangan.Setelah itu aku lanjut masuk ke musem Vatican, bergerak menuju kapel Sixtina dimana dinding dan langit-langitnya dipenuhi lukisan Michelangelo, termasuk yang paling popular di tangan pemegang hp Nokia, lukisan tangan Adam dan Tuhan. Kapel kecil ini kerap disebut-sebut karena peran pentingnyanya dalam setiap pemilihan Paus baru. Keluar dari museum aku menuruni anak tangga yang cukup memberi perasaan lain.











Keterangan gambar (searah jarum jam):
1. Tangga keluar Museum Vatican yg melingkar
2. Tembok negara Vatican
3. Lukisan 'creation' di kapela Sixtine by Michelangelo yg jadi logo Nokia
4. Inilah titik yg dibilang 'centro' di basilika St. Petrus square


  • St. Angelo Castle

Satu-satunya daerah dari Negara Vatican yang bebas dimasuki hanyalah St. Peter Square. Seolah menjadi penghubung antara Vatican dan kota Roma. Nah, kalau berdiri di square itu dan memandang lurus ke depan, di situlah jalan yang bernama via di Concilliazione. Jalan ini di pinggirannya di tanami pepohonan yang lumayan enak di pandang.Via di Concilliazione ini, pabila disusuri terus maka akan mengantarkan kita menuju sebuah bangunan tua kecoklatan yang terletak di bagian kiri jalan. Castel San Angelo atau Kastil Malaikat, itu nama bangunanan ini. Modelnya seperti kue tart yang terpotong sebelah. Di atapnya berdiri sebuah patung malaikat berwarna hijau kebiruan. Keindahan bangunan ini bertambah karena di hadapannya membentang Ponte San Angelo, jembatan putih yang dihiasi patung-patung malaikat di kiri-kanannya, berdiri di atas Sungai Tiber yang sesekali dilintasi oleh sekoci dan kapal wisata kecil. Patung-patung ini dibuat oleh Bernini, seniman besar juga. Kenal ngga?

Dengan membayar ticket seharga 5 Euro, kita bisa melihat isi kastil yang dibangun pada masa pemerintahan Kaisar Hadrian pada tahun 135-139 (!!!!) Fungsi bangunan ini bermacam-macam, sebagai benteng pertahanan, penjara, dan tempat persembunyaian Paus karena masa itu gereja masih mendapat ancaman. Banyak ruangan di dalamnya yang menarik, seperti ruang mandi Clement VII yang didekorasi oleh Giulio Romano, lalu ada Sala Paolina dengan fresco-fresco ilusi yang dibuat oleh Tibaldi dan Perin del Vaga, dan masih banyak lagi. Eh, ada sisa-sisa bola meriam juga loh di halaman-halaman kecil di dalamnya. Di puncak kastil ini kita dapat melihat kota Roma dan jembatan Ponte San Angelo di bawahnya. Wuih…., indah…bukan main..!!

  • Colosseum & Arch of Constantine

Kami mengunjungi Colloseum dengan menggunakan kereta bawah tanah yang di Roma dikenal dengan sebutan Metro. Dari tempat kami menginap yakni Camping Roma di Via Aurelia, kami turun ke stasiun underground lantas naik ke kereta yang bakal singgah di Colloseum ini. Keluar dari tempat pemberhentian kereta, mata kita langsung melesat ke bangunan yang menjadi model stadion di berbagai belahan dunia, apalagi kalau bukan Colloseum.

Bangunan yang dari masa ke masa tetap diakui sebagai salah satu keajaiban dunia ini merupakan struktur jaman roman terbesar yang masih tersisa di dunia. Coloseum mulai dibangun pada A.D 70 dan diselesaikan pada A.D. 79. Tinggi bangunan ini 48 meter dengan panjang 188 meter dan lebar 156 meter. Tak terbayangkan, bagaimana orang jaman dahulu membangun bangunan sebesar ini! Saya pernah nonton beberapa film documenter tentang pendirian bangunan mega ini. Dan melihatnya langsung, saya terkagum-kagum sendiri. Di tahun segitu bangunan ini didirikan dengan system yang canggih. Dulu, colosseo ini dilapisi dengan semacam siku-siku dari besi. Namun pada A.D. 664, lapisan ini dibuang dan akibatnya meninggalkan bekas berupa lubang-lubang di bagian luar bangunan. Karena pernah mengalami kebakaran berkali-kali maka sebagian besar bangunan ini tampak kusam dan tinggal rongsokan, tapi dengan kondisi seperti itu pun sangat tidak mengurangi kekaguman kita,Bro. Colosseum yang bagi orang Roma lebih dihayati sebagai tempat pertumpahan darah ini, tetap kudapati haru-biru dan keangkeran. Ada salib terpancang di dinding luar dan di salah satu sisi bagian dalam sebagai peringatan akan kebengisan kaisar Nero yang membunuh umat Kristen pertama, dan suara burung gagak yang bertengger di seputaran bangunan ini memperjelas sisi keberingasan penguasa lampau.

Oya, di dekat Colloseum, samping tempat kita membeli ticket masuk, ada lagi bangunan bernama Arch of Constantine. Sepintas ia mirip dengan le Arch’ de Triumph di Paris. Hanya saja ukurannya yang lebih ramping, jadi kita tidak bisa memasukinya atau berdiri di puncaknya seperti yang di Paris sana. Tapi tujuan pendiriannya kurang lebih sama yakni sebagai tugu peringatan akan kemenangan. Yang di Roma ini merupakan simbol hebatnya kaisar Constantin meluluhkan Maximus pada tahun 312. Bangunan ini sekaligus menjadi sebuah kelahiran baru bagi Roma yakni Roma yang Kristen.

  • Foro Romano

Kita berada di center of ancient Rome, pusat masa lalu bangsa Romawi, dimana tempat inilah orang-orang hidup dan meninggal. Sebuah kota masa lalu dan kini yang tersisa adalah reruntuhan sebuah peradaban. Dalam kebisuannya Foro Romano memutar kembali generasi kini menujuh 2000 tahun lampau. Inilah forum kaisar, para petinggi juga ahli-ahli pikir, filsuf Romawi.

Forum kaum elite ini pertama kali dibangun oleh Julius Caesar pada tahun 56-54 Sebelum Masehi. Sebelumnya ia terlebih dahulu menghancurkan bangunan-bangunan yang lebih dulu ada lantas mendirikan yang baru. Kini, sisa dari bangunannya adalah sebuah platform dan tiga kolom Korintus. Lalu ada juga yang masih jelas kelihatan dan mudah dikenali adalah Forum Augustus yang dibangun untuk merayakan kemenangan Augustus atas Brutus dan Cassius,keduanya pembunuh Julius Caesar. Forum Augustus dipersebahkan kepada Dewa Mars (dewa pembalas dendam). Sebenarnya kompleks ini masih besar sekali kesamping dan tiap-tiapnya punya sejarah masing-masing. Tapi kalau saya bahas satu per satu,entar kayak dosen antropologi…..Cape deh!

  • Capitolino

Kalau kita memulai dari Colosseum, maka berturut-turut kita akan melewati Foro Romano,Capitolino,lantas Piazza Venesia. Tapi jika kita memulai dari Piazza Venesia maka maka urutan selanjutnya Capitolino lantas Foro Romamo dan Colosseum. Oke, apa sih Capitolino itu? Ini adalah sebuah istana bergaya Renaissance yang didirikan di atas reruntuhan Acropolis yang nota benenya adalah pusat agama dan politik Romawi kuno.Sekarang pun bangunan ini masih difungsikan sebagai tempat memperjuangkan kebebasan politik adan agama tapi sifatnya sudah mendunia. Waktu saya disana, di depan bangunan ini bertengger poster besar pejuang Aung Syu Khian dari Myanmar.Kiri kanan gedung ini di apit oleh dua gedung lain dan di halaman tengahnya berdiri patung Equestarian (penunggang kuda) yakni figure kaisar terkenal Marcus Aurelius. Kalau dilihat dari atas square ini benar-benar mewakili tipikal Renaissance yaitu corak geometris. Di pintu masuk, setelah tangga-tangga (yang adalah tangga asli dari jaman kuno ini), ada dua patung kolosal Castor dan Pollux. Hati-hati, siapa tahu patungnya tiba-tiba hidup dan kamu disergap!

  • Piazza – Piazza Ngetop

Piazza Venesia: Di antara semua piazza, barangkali yang inilah bangunannya paling megah. Lebar banget dan tinggi, pokoknya serasa kita jadi orang hebat gitu kalau berada di piazza ini. Modelnya seumpama mesin ketik. Di atas atap kiri-kanannya bertengger patung perempuan dengan kereta kuda. Gila bener. Sebenarnya kalau dari segi histories bangunan ini sedikit ngga disukai orang Roma, pasalnya karena ia cuma memeorial untuk seorang pahlawan ngga dikenal yang tewas dalam Perang Dunia I. Piazza di Trevi/ Fontana di Trevi: Lebih popular disebut Fontana di Trevi karena di tempat ini ada kolam air mancurnya dan patung indah dewa Neptunus. Kalau menurut saya yang paling megah itu Piazza Venezia, maka yang paling terkenal dan dipadati banyak pengunjung adalah Fontana di Trevi ini. Namanya berkibar karena pernah dipakai untuk setting film box office ” La Dolce Vita” di jaman-jaman ABG (angkatan babe gue). Ditopang pula oleh mitos bahwa barangsiapa melempar koin di kolam ini maka suatu saat dia akan kembali lagi ke Roma, mendorongnya terus menerus dijejali orang. Saya juga ikutan lempar koin disini, tapi waktu itu ngga sempat ucapin wishing apa-apa, soalnya terlalu sibuk berebut tempat sama pengunjung lain. He…he..Piazza di Spagna: waktu sampai di tempat ini, kok kesannya biasa-biasa aja ya. Tapi anehnya banyak sekali orang yang datang kesana. Dari gambar-gambar atau buku, saya lihatnya Piazza ini dihiasa bunga-bunga berwarna tapi waktu sampai ngga tuh. Tapi, kalau ikut naik-turuni tangga dan mau hilir-mudik, lama-lama jadi enak juga. Ada fountain kecil juga dengan model seperti perahu di tengahnya. Di atas anak tangga berdiri semacam tugu lalu di belakangnya ada gereja. Sempat saya ikut misa disini dan terima komuni. Rupanya gereja ini milik biara suster-suster. Piazza Navona, cantik karena ada tiga fountain disini dan yang paling besar letaknya di tengah,namanya Fontana di Fiumi yang menggambarkan empat sungai besar di dunia yakni Gangga (Asia),Nil (Afrika),Danube (Eropa) dan Plate (Amerika). Hanya saja piazza yang ini tidak semapt saya kunjungi lantaran waktunya sudah mepet, satu obyek aja bisa habiskan beberapa jam. Ya, namanya juga mau menikmati plus mencari tahu seluk beluk tempat yang kita kunjungi.

  • Basilika San Giovanni di Literano

Banyak orang yang tidak terlalu tahu tentang Basilika ini, padahal dia memegang peranan penting bagi Gereja Katolik sebelum Basilika St. Peter ada. Kita buat singkat aja ya, Basilika ini adalah katedralnya Roma, sementara St. Peter itu punyanya Vatican. Oleh Constantin, tempat ibadat ini dibangun pada tahun 313 Masehi. Bisa dibilang dialah katedral tertua bagi umat Katolik. Saking rumitnya pembuatan pada masa itu, bangunan ini dibuat beberap tahap dan butuh waktu lama. Pas masuk, jangan kaget ya, saya rasa dia lebih fururistik ketimbang Basilika St. Petrus. Detail pahatannya lebih banyak dan lebih ruwet. Apalagi bagian langit-langitnya yang berwarna keemasan dan merupakan masterpiece dari seniman Allesandro Galilei. Isinya merupakan perpaduan antara gaya Barok dan Neo-Classic,15 patung para Santo disandingkan di pilar-pilar utamanya. Tahu ngga, setiap minggu Paus berdoa disini, beliau punya ruang doa yang ada di dekat pintu masuk sebelah kiri. Altarnya juga unik bergaya Gothic kreasi Baldacchino. Altar ini hanya dipakai oleh Paus aja,uskup atau biarawan pemimpin ibadat biasa, menggunakan altar yang lebih sederhana.

Di halaman Basilika, tepatnya sebelah kanan terdapat Tangga Suci (Scala santa), bangunan yang berupa tangga-tangga yang batu-batunya diambil dari Jerusalem (dari Golgota dan jalan-jalan yang pernah dilalui Kristus sewaktu memanggul salib). Ini merupakan persembahan dari St. Helena, ibu dari kaisar Constantin. Umat biasanya berdoa disini sambil berlulut melewati tiap anak tangga.

  • Gereja St. Maria di Maggiore

Ini disebut-sebut sebagai gereja terindah dari sekitar 80-an gereja yang bertebaran di kota Roma. Didedikasikan secara khusus untuk Bunda Maria pada tahun 420 Masehi. Dibangun dengan melibatkan banyak seniman,salah satunya adalah Lacopo Torroti yang membuat mosaic di atap altar. Mosaik ini menggambarkan bagaimana Maria dimahkotai oleh Kristus. Legenda menyebutkan bahwa raja-raja Spanyol memberikan emas yang berasal dari benua Amerika untuk dijadikan hiasan langit-laingt gereja ini. Menara loncengnya setinggi 75 meter, menara lonceng tertinggi di Roma. Waktu mau ke gereja ini, saya terkecoh loh,waktu itu pas sudah sampai, saya cari-cari dimana pintu masuknya karena terkesan sangat tertutup. Ternyata itu bagian belakang gereja, saya harus mutar lagi untuk menemukan bagian depan gereja. Habisnya, di bagian belakang juga bagus makanya bisa keliru.

BOLSENA: The Town of Miracle

Sekeluarnya dari Roma menuju Siena kami memilih keluar dari jalur jalan negara, memilih jalan kecil. Ini alasannya karena saya sering kali kecewa lewat jalan negara, soalnya ngga bisa berhenti sembarangan. Padahal kalau ketemu pemandangan yang bagus saya maunya berhenti sebentar, tapi ya, karena jalanan di Eropa itu ada aturannya makanya harus kecewa, apalagi biasanya nih tempat istirahat yang biasanya disediakan di pinggir jalan itu selalu di tempat-tempat yang banyak pohonnya. Apa coba yang bisa kita lihat? Kami menentukan Bolsena karena dari info teman, katanya tempat ini bagus, ada lago (danau)-nya lagi. Maka jadilah kami kesana.

Perjalanan kesana tuh mengasyikan karena banyak view bagus yang kami lihat, bukit-bukit, perkampungan di tebing yang dilingkari benteng, tanaman seperti pohon zaitun dan anggur, ladang gandum dan indahnya perkebunan bunga matahari. Wah, pas waktu itu bunga mataharinya bermekaran penuh,aduh…saya ngga berhenti-hentinya kagum. Lantas saya keingat sama iklan-iklan produk kecantikan kulit yang katanya pakai bahan dasar minyak bunga matahari. Wah, bisa jadi daerah ini turut mendonasikan hasil panen bunga mataharinya.

Bolsena itu kota kecil, ya ibu kota kabupatenlah kalau di Indonesia. Tepatnya di propinsi Viterbo yang masih dalam wilayah Lazio. Yang saya sukai adalah posisi kotanya yang berada di lereng bukit, sehingga banyak gang-gang sempit yang naik-turun gitu, bersih dan dihiasi sana-sini oleh bunga dan bendera kota merah-orange. Di bagian atasnya ada kastil juga yang waktu itu ngga sempat saya singgahi karena bingung sama banyaknya gang. Bolsena ini sangat terkenal dengan keajaiban atau mujizat yang terjadi disana. Kejadiannya di tahun 1263, dikala itu seorang pastor Bohemian yang meragukan doktrin Transubstantiation gereja (bahwa hosti dan anggur adalah simbol tubuh dan darah Kristus), tiba-tiba bermandikan darah dari hosti yang sedang dikonsekrasikannya dalam Misa Kudus. Setelah peristiwa itu dibangunlah gereja Duomo di Orvieto sebagai peringatan.

SIENA: The Lady of the Hills

Sewaktu tahu bahwa kami akan menjejakkan kaki juga di kota ini, otak saya langsung terkenang akan Litani Para Kudus yang sering dinyanyikan pas malam Paska. Senantiasa nama Siena dimadakan mengikuti nama seorang Santa terkenal dari kota itu: Santa Katarina. Langsung dalam hati saya bertekad harus menyinggahi rumahnya. Dalam membaca kisah para orang kudus, dikatakan bahwa Santa yang satu ini adalah perempuan modern yang berani bersuara dan berdialog dengan Paus. Waktu itu memang posisi perempuan bukan apa-apa, apalagi dalam gereja, biarawati hanyalah perempuan yang mengabdi dalam keheningan. Karena keberaniannya inilah, dia dihormati sebagai tokoh emansiapasi perempuan Kristen.

Siena berada di bukit yang merupakan persatuan dari tiga bukit, di dasar ketiga bukit ini masing-masing dialiri sungai. Disini terdapat Universita di Siena yang adalah sebuah universitas tertua di Italia. Pas mendekati kota ini, ternyata the old Siena dikepungi oleh tembok kota dan kalau masuk musti lewat pintu gerbang. Dan saat berada didalamnya, bangunan kotanya berbeda sekali dengan rumah-rumah yang berada diluar tembok. Terkesan terlindung dan tertutup sekali. Siena ini merupakan salah satu contoh terbaik dari kota abad Pertengahan, dengan tata kotanya, kecantikan yang austere, terpilah-pilah oleh persimpangan jalan dan lorong-lorong, serta memiliki square tercantik di Italia: Piazza del Campo. Dalam hal turistik, Siena menjadi rival berat kota Florence (rupa-rupanya ada alasan sejarah kenapa kedua kota ini selalu bersaing). Tengok saja Piazza del Campo tadi atau Il Duomo (Katedral) mereka, Torre di Mangia, Palazzo Pubblico, Palazzo Tolomei, Palazzo Salimbemi dan air mancur di berbagai tempat. Ambillah Piazza del Campo dan Il Duomo. Saya akui bahwa saya sangat terkesan pada kedua bangunan ini. Il Duomo berhiasakan ukiran-ukiran di dindingnya yang menawan dan lantai keramiknya diberi lukisan luar biasa dimana tertoreh belasan nama seniman besar yang turut berperan dalam keindahan bangunan sakral ini seperti Donatello,Michelangelo, Bernini, Pinturicchio,dll. Sementara Piazza del Campo lain lagi, serasa semua jalanan diarahkan ke tempat itu. Dia merupakan square lapang yang separuhnya dikelilingi gedung-gedung tua yang tinggi dan di sebelahnya berdiri gedung milik pemerintah dengan menara menjulang yang senantiasa dikitari tarian burung-burung. Setiap bulan Juli, square ini dipakai sebagai tempat pecuan kuda “Palio” yang merupakan acara tradisi asli Siena. Di lapangan ini ada kolam air juga dengan patung di dindingnya, disini bersama puluhan burung merpati, kita menikmati segarnya air yang keluar dari pancuran.

Historinya, dikatakan bahwa Siena didirikan oleh Senio dan Ascanio, anak-anak dari Remus saudara Romulus pendiri kota Roma. Anehnya, ngga ada petunjuk simbolis misalnya patung dari kedua orang ini, yang ada justruh patung Remus dan Romulus yang sedang menyusu pada serigala. Hal yang sama seperti saya lihat di kota Roma dan Pisa.Rupanya pengaruh Romawi kuat sekali ke wilayah ini. Namun dilain pihak ada juga yang mengatakan bahwa kota ini dibangun oleh orang-orang Etruscans, para pedagang imigran berdarah Asia yang doyan berjualan di daerah ketinggian seperti di bukit-bukit. Nah, cerita yang terakhir ini nampaknya lebih banyak diterima karena kaum Etruscans ini meninggalkan banyak jejak sejarah berupa kuburan serta sisa-sisa keturunan mereka. Ayo, percaya yang mana?

PISA : Aslant But Not “At An Angle”

Ngga perlu bingung dengan apa yang saya tulis di atas. Memang ngga semua miring itu “miring”, kan? Maksud saya ngga lain ngga bukan adalah si Torre Pendente di Pisa, alias Menara Miring Pisa itu,Bos. Kemiringannya ngga membuat dia disepelehkan, malahan justruh menempatkannya sebagai satu dari sekian keajaiban dunia. Gara-gara menara ini, nama kota Pisa yang ngga seberapa besar itu jadi beken di seantero jagad. Kota Pisa jaraknya 13 km dari laut, cukup jauh tapi sejarahnya mencatat bahwa angkatan maritim daerah ini mendominasi lautan bagian barat mediterania di abad pertengahan. Dengan kapal sebanyak 12 buah, ia mengambil bagian dalam Perang Salib I dan menemukan banyak tanah jajahan di wilayah timur dimana selain mengibarkan benderanya yang berwarna merah bergambar salib, ia turut mengembangkan commercial empire-nya. Diantara obyek-obyek yang lain semisal Piazza dei Cavalieri atau La Certosa di Calci atau Kebun botanical, Menara Miringlah yang lebih diminati. Selama ini saya tahunya bahwa menara miring ya cuma menara miring aja, ternyata menara itu adalah bagian dari gereja, fungsinya sebagai menara lonceng. Aslinya sih niatnya dibangun tegak, hanya saja karena struktur tanahnya ngga benar maka menara ini miring deh. Dan gilanya lagi, bangunan utamanya (gerejanya) lebih bagus daripada menaranya. Coba kalau dia ngga miring, menurut saya menara itu ngga bakal tenar. Ada tiga bangunan di kompleks itu, yakni menara miring, gereja, dan gedung satunya lagi yang bentuknya seperti stupa utama candi borobudur. Kalau pas menjelang sunset, semua bangunan yang berdinding putih ini akan berubah kekuningan, indah banget…… Setelah saya puas berkeliling, akhirnya dengan berat hati saya dibelikan ticket untuk naik ke menara. Kenapa dengan berat hati? Bayangkan, untuk naik aja bayarannya seharga 15 Euro per orang! Manalagi waktu itu lampu di menara ngga berfungsi. Seorang pengunjung pun protes: “Kok segini mahal, saya kan cuma naik aja, ngga bawa pulang menaranya kok” Tapi saya sih enjoy aja, sudahlah, toh sekali seumur hidup, pikirku. Kalau suatu saat datang lagi, saya ngga akan naik untuk kedua kalinya. Dari atas menara kelihatanlah seluruh kotanya, tampak bahwa kota ini juga dikelilingi tembok walau tak sekaku di Siena. Berikut adalah beberapa data tentang menara ini yang saya dapat dari postcard yang saya beli di dekat menara: Dicatat bahwa konstruksinya dimulai tahun 1174 oleh Bonanno Pisano. Bagian menara atas diselesaikan antara tahun 1350 dan 1356 (Jadi mulai awal dibangun hingga menara atas selesai, menghabiskan waktu 182 tahun). Total tinggi yakni 54,474 meter dengan jumlah lantai ada 8 tingkat. Tangga dalam sebanyak 294 anak tangga. Total berat terkalkulasi sekitar 15.000 ton. Total lengkungan tiang di semua lantai ada 207 kolom. Terdapat 7 lonceng di puncak menara, dengan nama: L’Assunta (lonceng terbesar), La Crocifisso (loncong paling terakhir dipasang), La Pasquareccia (lonceng tertua), La S. Ranieri-La Giustizia-La Pozzo- dan La Terna. Bunyi tiap loncengnya menyajikan satu dari berbagai nada lagu. Dari puncak menaranya, ilmuwan Italia Galileo Galilei menemukan hukum gravitasi bumi. Itu sudah keterangannya, cukup Bos?

FLORENCE: Birthplace of the Renaissance

Sebelum masuk ke kota Florence, kami menginap di Camping Village San Giusto (www.campingsangiusto.it ). Letaknya di sebuah bukit yang lumayan tinggi dan merupakan kebun zaitun (di tempat inilah saya mengamati dari dekat yang namanya pohon zaitun itu). Sedikit susah nyarinya waktu mau kesana, untunglah orang Italia itu baik-baik. Mereka antusias menjawab kalau ditanya. Hanya saja semuanya menjelaskan dalam bahasa Italia yang super cepat. Sesungguhnya jarak dari tempat ini ke Florence hanya 45 menit, 15 menit menujuh stasiun kereta Empoli dan sisahnya 30 menit dari Empoli ke Florence. Sehari sesudahnya melesatlah kami ke Florence. Setelah memarkir mobil dan bertatapan dengan gereja tua St. Maria Novella yang dibangun oleh biarawan Dominikan, saya tahu bahwa sekaranglah saatnya untuk mengeksplor kota ini, menyaksikan berbagai mahakarya yang tersembunyi diantara tembok-tembok gereja, monumen serta museum yang diciptakan para seniman besar yang berasal dari kota ini. Nama-nama yang sudah kerap disebut dalam dunia seni Italia umumnya terlahir dari Florence, seperti Giotto, Michelangelo, Leonardo da Vinci, Botticelli dan deretan nama lainnya. Di kota inilah awal dimana mereka menumbuh dan menajamkan indra serta citra seninya.

Ponte Vecchio

Firenze, sebutan Florence di lidah orang-orangnya, adalah ibukota dari Tuscany atau Toscana. Jika anda sempat membaca novel atau menonton film berjudul ‘The Parfum’, kota ini adalah settingnya, tepatnya pada sebuah jembatan bernama Ponte Vecchio. Sebelum abad ke-11 jembatan ini dibangun. Adanya banjir dari sungai Arno pada tahun 1333, membuat ia direbuilt pada tahun 1345. Didesain oleh Taddeo Gaddi, jembatan ini terdari dari 3 segmen, satu segmen mempunyai panjang 30 meter sedang 2 segmen lainnya mempunyai panjang 27 meter. Di sepanjang jalan di jembatan ini terutama di bagian tengah jembatan dimana kita bisa menikmati pemandangan sepanjang sungai Arno, banyak sekali terdapat gembok yang terkunci. Inilah sumber uniknya Ponte Vecchio. Coba amati, pada gembok ini tertulis 2 nama orang. Sedikit melankolis, gembok-gembok ini disebut gembok cinta. Sebagai lambang kesatuan cinta, sepasang kekasih menuliskan nama mereka di gembok ini, menguncinya di Ponte Vecchio dan membuang kuncinya di sungai Arno. Begitulah kisahnya….

Duomo

Penduduk Florence dikenal amat fanatik akan kotanya. Mereka menyebut bahwa mereka tinggal di satu kota paling menarik di Italia. Kota mereka adalah kota yang paling kaya akan masterpiece. Dan semua orang Italia mesti berterima kasih karena dari kota inilah lahir bahasa Italia yang dipakai sekarang.

Ajukan sebuah pertanyaan kepada salah satu penduduk kota ini: “ Bagaimana perasaan anda sebagai orang Florence?” Kemungkinan jawaban yang keluar adalah :” Saya bangga menjadi orang Florence yang terlahir di bawah kubah dome.” Ya…Dome, Duomo, atau katedral adalah satu wakil penyebab rasa primordial mereka. Yang dimaksud disini adalah Katedral Santa Maria del Fiore, bangunan agung nan anggun dan dianggap sebagai mahkota permata kota Florence. Dari naungan bayang katedral ini wajah-wajah penghuninya seolah ingin mengumumkan pada dunia bahwa disinilah the birthplace of the Renassance. Tengoklah, Dome kathedral ini berbentuk oktagonal dengan lebar 45 m dan total tinggi dome 114.5 m. Facade dari kathedral ini terbuat dari marmer berwarna putih, hijau, merah dan abu-abu yang penuh dengan ornamen yang menggambarkan kisah tertentu. Kathedral ini mempunyai tiga pintu yang terbuat dari perunggu dengan ornamen-ornamen yang juga 'bercerita'.
Selain 'duomo, di sisinya juga terdapat bangunan tinggi yang disebut campanile. Campanile ini dikenal dengan nama Giotto's Bell Tower. Tower ini tingginya 84.70 m, dengan empat penyangga berbentuk polygonal di setiap sudutnya. Tower ini terbagi menjadi 5 level, dengan level terbawah berbentuk heksagonal. sama seperti kathedral di sebelahnya, tower ini penuh dengan ornamen dan ukiran berwarna-warni. Masih di tempat yang sama, terdapat battisero di San Giovani atau yang lebih dikenal dengan nama baptisery. Bangunan ini mempunyai 8 sisi yang melambangkan Octova Dies (bah Latin: delapan hari). Yang menarik dari bangunan ini adalah 3 pintunya yang terbuat dari perunggu. Salah satu pintunya dikenal dengan nama gate of paradises. Pintu ini mempunyai 10 panel yang menggambarkan (1) Adam and Hawa, (2) Kain and Abel, (3) Nuh, (4) Abraham, (5) Isak bersama Esau dan Yakob, (6) Yoseph, (7) Musa, (8) Yosua, (9) Daud dan (10) Solomon dengan ratu Sheba. Itu baru di luarnya aja, Man. Belum lagi isinya, matamu bisa juling dan otakmu bisa meleleh!

Piazza San Lorenzo, Piazza della Signoria, dll

Anda kenal Gucci atau Prada? Dua merek busana terkenal ini aslinya dari Florence lho! Datanglah ke high street Florence, jejeran butik-butiknya menawarkan pakaian serta asesoris serba bermerek. Mmmm…itu kalau anda cewek, kalau anda cowok, pelototin aja wanita-wanitanya yang hilir mudik disana he..he..he... Dijamin seolah melihat parade peragawati. Kalau anda ingin merasakan suasana belanja yang lebih “all classes”, ayunkan kaki anda ke Piazza San Lorenzo yang menjadi pasar kota ini. Dibangun pada 1874, pasar ini bersanding dekat gereja San Lorenzo. Segala kebutuhan ada disini, mulai dari bahan makanan (buah, sayur, daging, ayam, ikan,dll), bunga, sampai pakaian, barang-barang dari kulit, tas dan souvenir. Selain penjual bahan makanan yang berlokasi di dalam gedung, penjual lainnya berlokasi di tenda-tenda di sepanjang San Lorenzo. Florence sangat terkenal dengan barang-barang yang terbuat dari kulit. Maka tak heran jika sepanjang jalan San Lorenzo didominasi oleh beragam jaket, tas, dompet dan lain-lain barang yang terbuat dari kulit asli. Namun, seperti di Indonesia, kalau berbelanja di pasar tradisional, bersiap-siaplah untuk menawar karena sangat jarang dari pedagang-pedagang itu yang menjual dengan harga pas. Beberapa kejutan saya dapati disini, satu contohnya di pasar ini (dan pasti di seluruh pasar Italia) dijual daging buah kelapa segar sebagai makanan. Kelapanya ngga diapa-apain,cuma dibagi dua-tiga potong terus dijual. Di Indonesia, pasar mana yang jual jajanan daging kelapa kayak gitu ya?

Piazza della Signoria, piazza ini berbentuk huruf L dan banyak patung bertebaran disini. Patung-patung ini adalah copyan dari karya para seniman Florence di jaman Renaissance. Contohnya, patung David karya Michelangelo, fountain Neptune karya Bartolomeo Ammanati, Hercules dan Caccus karya Donatello serta patung patung lainnya lagi. Ada bangunan yang patut juga dilihat isinya yakni Galleria Desgli Uffizi yang tidak lain tidak bukan adalah museum seni tertua di dunia.

Piazza Michelangelo, merupakan tempat terbaik menikmati pemandangan kota Florence. Berada di seberang sungai Arno, setelah melewati jembatan Ponte ala Grazie, Piazza ini adanya di bukit kecil. Waktu itu saya tidak bisa menujuh kesana karena limit parkir mobil kami sudah hampir habis. Ya, terpaksa cepat-cepat balik sebelum jadi problem. Ini negeri orang, peace aja deh lagian kalau ngga salah cuaca waktu itu juga ngga mendukung. Kasihan…..,Arrivederci, Firenze. Piacere di fare la tua conoscenza!





Ponte ala Grazie

Jalan-Jalan ke Nagekeo (Part 1)

Hawa Legawa  Kawa   MERESAPI KEBERSAHAJAAN HIDUP  SEBUAH KAMPUNG TRADISIONAL  DI PUNDAK GUNUNG AMEGELU, NAGEKEO-FLORES P ...