Jalan-Jalan ke Blue Mountains (Australia)

Ngarai Biru
Blue Mountains

TAK SEPERTI KEBANYAKAN CANYON YANG CENDERUNG GERSANG, DESTINASI “MUST SEE” DI BENUA KANGURU INI MENAWARKAN PANORAMA NGARAI BERBATU NAMUN BERATMOSFIR SEJUK
NAN RINDANG.
Dua remaja putri duduk bersantai di bebatuan. Di bawah mereka adalah tebing terjal.

TIGA PULUH MENIT awal tibanya saya di Katoomba teralihkan oleh satu porsi roti isi daging dan segelas kopi panas yang dijajakan di pintu stasiun. Saya memang butuh pengganjal perut, namun waktu selama itu sebetulnya habis demi menunggu bus nomor 686 yang katanya khusus mengangkut pengunjung ke Blue Mountains. Hawa dingin menguar, dan stasiun berdinding kayu cat kuning ini membawa pikiran saya kepada  stasiun-stasiun kayu di daerah pegunungan Austria. Klasik serta natural. Hanya saja, di Katoomba tidak ada latar gunung jangkung dengan salju abadi.

Titik perhentian yang senantiasa dibuat di posisi yang fotogenik

Berfoto di sekitar Queen Elizabeth Lookout, tempat yang pernah didatangi oleh Ratu Elizabeth dari Inggris

Jembatan mungil menghubungkan batu satu dengan yang lain.

Stasiun Katoomba, bangunannya terbuat dari kayu dan telah berusia tua

“Hari ini bus 686 baru beroperasi jam 10. Kita datang terlalu pagi,” tiba-tiba suara  dua gadis pirang gaduh di samping saya. Uh, terlalu pagi? Padahal Matahari memancarkan sinar sempurna dan penduduk Katoomba sudah wira-wiri.

Saya mengecek peta kota, dan mengetahui bahwa jarak dari stasiun ke Blue Mountains tidak terlalu jauh. Jika sekedar satu dua kilometer berjalan kaki, sepertinya saya baik-baik saja melakukannya. Lagipula di tempat berhawa sejuk seperti ini, tak bakalan penat. Hitung-hitung olahraga.

Katoomba adalah sebuah kota kecil, lumayan elok dipandang karena berisikan bangunan-bangunan tua, berwarna ceria. Selain stasiun, masih banyak rumah bahkan hotel yang berdinding kayu. Lebih asyiknya lagi, kota ini berada pada kemiringan, sehingga saya hanya perlu berjalan menurun ke arah Blue Mountains di selatannya. Saya menemukan sejumlah halte bus lengkap dengan kotak telefon umum di pinggir jalan raya yang memberikan sarana Wifi cuma-cuma. Jadilah saya berhenti satu dua menit untuk berinternet setiap kali melintasi halte. Keisengan –lebih tepatnya, semacam penghalau sepi- bagi  pejalan tunggal seperti saya.

Sebuah gereja kecil di kota Katoomba. Topografi kota ini berada di kemiringan.

Suasana kota Katoomba. Tidak banyak kendaraaan yang lalu lalang
karena sebagian besar penduduk lebih menyukai bus umum.

BLUE MOUNTAINS berstatus Taman Nasional, masuk dalam teritori negara bagian New South Wales. Di Australia, tiap negara bagian memiliki lebih dari dua puluh kawasan lindung yang diterakan sebagai Taman Nasional, dan lahannya sangat luas. 

Ambil contoh, di negara bagian New South Wales terdapat hampir 200 Taman Nasional. Bandingkan dengan Indonesia, tiap propinsi belum ada yang punya lebih dari lima Taman Nasional. Fakta seperti ini sering membuat saya kaget. Jika tidak bepergian ke negara asing, kita mengira negara kita sangat natural dan punya banyak lahan konservasi. Padahal tidak. Kebanyakan negara maju yang awalnya saya kira didominasi modernitas, justruh menaru kepedulian lebih terhadap alam.

Tebing-tebing di sisi barat

Pathway dari kayu jadi pelintasan teduh bagi siapapun yang berkunjung

Sungai dan tanaman rimbun tampak segar di jalur pejalan kaki sebelah barat

Katoomba Waterfalls, berada di tebing pada jalur trekking Blue Mountains

Nama Blue Mountains diperoleh dari efek biru mistis yang muncul, terutama pagi dan sore hari, berkat  udara yang mengambang pada lekuk-lekuk  palung dengan berjejal pepohonan. Pemandangan biru pada pagi hari seperti ini sebetulnya sangat lazim di dataran-dataran tinggi negara kita.  Apalagi Indonesia berada pada jalur ‘Ring of Fire,’ banyak gunungnya. Belakangan barulah berbondong orang kita tersadar, sensitif, dan tahu menikmati fenomena alam seperti ini, kendati rata-rata lantaran didorong oleh tren traveling yang terekspos lewat media sosial.

Sebutan ‘mountains’ pada nama Blue Mountains masih jadi perdebatan publik,  sebab kendati berada di ketinggian, kawasan ini sebetulnya merupakan rangkaian canyon atau ngarai, bukan deretan pegunungan menjulang.

Rangkaian canyon tersebut terbentuk selama jutaan tahun, diperkirakan akibat terjangan aliran sungai yang mengeruk tanah menjadi lembah lebar. Tiupan angin serta hujan turut andil sehingga lereng lembah memunculkan lapisan dinding batu keras. Setelah sekian abad, ngarai yang dulunya kosong ditumbuhi pepohonan Eucalyptus, tumbuhan Paku, serta semak, menciptakan kesejukan sekaligus rumah bagi burung-burung. Sungai mengalir, lalu jatuh melalui tebing curam menjadi Air terjun.

Jika datang pagi hari, cahaya matahari yang datang dari timur akan menjatuhkan bayangan batu Three Sisters.

Sedangkan jika sore hari, bebatuan Three Sisters lebih mencolok karena terpapar sinar kuning matahari sore.


PENGUNJUNG BLUE MOUNTAINS bisa memilih satu dari dua lokasi sebagai awal trekking. Di sebelah timur yakni di ke Echo Point atau di sebelah barat yaitu di Scenic World. Kedua lokasi ini punya keistimewaan masing-masing. Jika memulai di Echo Point, maka mata langsung berhadapan dengan Three Sisters, ikon Blue Mountains yang fotonya senantiasa muncul di brosur.

Yang dimaksud dengan Three Sisters adalah formasi tiga batu pipih yang saling berapitan. Ada legenda menarik kenapa dinamakan demikian. Ceritanya, tiga batu ini adalah jelmaan putri-putri kepala klan Katoomba, salah satu suku Aborigin, yang kalah perang.

Di Echo Point tersedia anjungan bertingkat yang memberikan keleluasaan untuk berfoto. Tidak itu saja, tersedia jalur trekking Giant Stairway, yang menghantar pengunjung ke Three Sisters, bahkan masuk ke rongga batu paling utara.

Skyway baru meluncur meninggalkan tebing timur

Penumpang berdesakan dalam Skyway, siap turun
Selalu menyenangkan melihat alam yang luas, bersih, dan tidak diganggu oleh atribut/spanduk/iklan aneh-aneh

Lain lagi dengan di Scenic World. Ini merupakan tempat dimana pengunjung dapat memanjakan mata tapi dengan cara yang lebih asyik, yakni menumpang Sky Way, cable car berwarna kuning, melintasi jurang dengan hidangan pemandangan air terjun di bawahnya. Ada dua cable car, yang satunya lagi membawa pengunjung untuk menyinggahi dasar lembah Blue Mountains. Di bawah sana pun telah disediakan jalur trekking yang amat bagus, malah memberi kesempatan bagi pengguna kursi roda agar bisa bersentuhan dengan alam lebih dekat.

Jarak antara Echo Point dan Scenic World tidak jauh, hanya terpisah sekitar 2 km. Dengan berjalan kaki, keduanya terhubung. Tentunya melalui jalur trekking di sisi tebing yang memaparkan pemandangan molek. Jangan kuatir berdesak-desakan, sebab Blue Mountains bukanlah destinasi yang ramai, kecuali mungkin di musim panas (Dessember – Januari).

Sebetulnya saya tidak terlalu terpukau oleh pemandangan Blue Mountains. Yang mengusik pikiran saya yakni perhatian serta pengelolaan tempat ini yang begitu bagus. Selain akses gratis dan fasilitasnya baik, jalur-jalur trekking pun diperkaya oleh sejumlah Look Point (Gardu Pandang) yang posisi atau angle-nya amat fotogenik, sehingga siapapun yang beristirahat disana, fotografer amatiran sekalipun, akan mendapat gambar yang bagus.

Konsep pengelolaan destinasi wisata, khususnya wisata alam, yang ‘aware’ terhadap unsur-unsur estetik seperti ini sepatutnya ditiru di Indonesia yang jelas-jelas punya jutaan lokasi bervista spektakuler.  Pengelola taman nasional maupun tempat wisata alam harus punya sudut pandang laiknya seorang fotografer landscape: pandai menemukan sudut yang bagus sebagai titik untuk melihat pemandangan sekaligus membuat foto. Ya, kan?

Sepatu dilepas karena batunya licin. Tebingnya terjal, man.

sore memang lebih baik untuk foto..
Para manula pun tidak perlu kuatir, sebab jalur yang dibuat aman bagi siapa saja.

Little Tips:
1.    Berangkat pagi-pagi dari Sydney, pakai kereta dari Central ke Katoomba. Pilih yang berangkat sebelum jam 07.00 pagi. Gunakan kartu Opal, tidak perlu bayar lagi.
2.   Bawa botol air sendiri atau beli sekali saja air mineral. Tersedia air minum higienis gratis di lokasi parker Three Sister, cukup isi ulang di krannya.
3.  Gunakan alas kaki yang nyaman untuk jalan kaki, karena kawasan Blue Mountains adalah daerah wisata yang didesign untuk trekking, tidak cocok pakai sepatu berhak tinggi.
-->
4.  Jika lapar, sebaiknya beli makanan di Katoomba, sebab harga di resto sekitar area Blue Mountains lebih mahal. Di pusat kota Katoomba, saya merekomendasikan untuk beli makan siang di Poulets Chicken Express. Kafe kecil ini menjual ayam goreng dan French frites paling hemat tapi porsi besar.

Jalan-Jalan ke Nagekeo (Part 1)

Hawa Legawa  Kawa   MERESAPI KEBERSAHAJAAN HIDUP  SEBUAH KAMPUNG TRADISIONAL  DI PUNDAK GUNUNG AMEGELU, NAGEKEO-FLORES P ...