Membaca diri

musti ada waktu tuk menghitung
seberapa banyak hari tertiti
seberapa banyak malam termimpi
Dan pagi itu
saat tuk mengawinkan hari dan malam
bermimpi tentang hari yang meniti malam

pabila ketakadilan membayangi jiwa
seperti puisi si idealiskah,
seperti kemarahan dewakah,
kulawan dengan tangan yang kupakai
tuk melukis sorga

aku bukan orgasme
dari sumpah serapa ibuku
juga air seni ayahku
aku sebuah gambar yang sudah seharusnya ada
aku lahir,
membentuk dimensi keberadaan
dengan tangan terbuka
bukan kepal perlawanan!

Tidak ada komentar:

Jalan-Jalan ke Nagekeo (Part 1)

Hawa Legawa  Kawa   MERESAPI KEBERSAHAJAAN HIDUP  SEBUAH KAMPUNG TRADISIONAL  DI PUNDAK GUNUNG AMEGELU, NAGEKEO-FLORES P ...