Jalan -jalan ke Gelnhausen (Jerman)

GELNHAUSEN: Ketentraman Abad Pertengahan di Pinggir Frankfurt

Jerman adalah sebuah negara besar di Eropa. Dengan jarak yang cukup jauh antara satu kota ke kota yang lain tapi hilir mudik penerbangan umumnya berpusat di Frankfurt, kiranya lumayan membuat kondisi fisik menjadi kurang fit. Kendati bosan dengan suasana kota yang terlalu metropolis, banyak orang ngga punya pilihan selain menginap di Frankfurt sehari sebelum terbang atau pun meneruskan perjalanan ke kota lain.
Nah, jika anda kerap terbang ke/dari Frankfurt dan punya kejenuhan yang serupa, pernahkah anda berpikir untuk melakukan persinggahan sementara atau menginap semalam di sebuah kota kecil di dekat Frankfurt? Punyakah anda sebuah ide untuk menenangkan diri di sebuah kota kecil yang tidak begitu jauh dari airport tapi cukup membuat anda terkesan?

Bayangkan, misalkan aja harus berangkat dari Koeln, Muenchen, atau Hannover dan terjebak lagi beberapa kali di Bahn sebelum tiba di Frankfurt, lantas besoknya anda terbang ke Indonesia yang ribuan kilometer jauhnya. Pasti bete….

Ini dia solusinya, Gelnhausen, sebuah kota yang patut anda kunjungi guna menghilangkan penat anda. Letaknya yang di pinggir Frankfurt tapi tersembunyi dari hiruk pikuk kendaraan, dikitari bentangan alam pebukitan hijau serta tata kotanya yang menawan, sungguh menjadi penutup manis hari terakhir anda di Jerman. Mau tahu apa asyiknya kota Gelnhausen ini? Tengok yuk….
Berada di kaki gunung Vogelsberg dan Spessart di tepi sungai Kinzig, Gelnhausen pada tahun 1170 memperoleh hak-hak kedalautan kota oleh kaisar Friedrich I yang lebih dikenal dengan nama Barbarossa, lantaran orang ini punya janggut merah (asli, ngga pakai pewarna buatan he..he..). Well, hak-hak kedalautan itu maksudnya penduduk diberi hak seperti memiliki tanah sendiri atau hak terbebas dari kewajiban-kewajiban bersifat imperial terhadap raja, dan hak-hak lainnya. Tentu saja dengan beberapa persyaratan sebelumnya. Kala itu, hak kedalautan seperti ini masih sulit dirasakan oleh penduduk. Makanya banyak orang yang berdatangan dari luar daerah demi turut mengecap kebebasan ini. Hasilnya, kota pun berkembang dan kemakmuran tumbuh subur.
Namun, akibat perang yang berlangsung dari tahun 1618 sampai 1648 alias Dreißigjähriger Krieg, keistimewaan dan kepentingan Gelnhausen sebagai kota yang berada dibawah wewenang kaisar pun lenyap. Kendati demikian, dengan semangat dari penduduknya yang telah terbiasa bekerja keras, Gelnhausen kembali bangkit dari kejatuhannya. Kini, dengan penduduk sebanyak 22.000 jiwa, ditengah tumbuhnya kota-kota modern, Gelnhausen ini masih memberi tempat bagi sejumlah bangunan jaman dahulu dan belum kehilangan suasana kotanya bak kota-kota di abad pertengahan. Mmmm….siapa yang ngga terpukau pada rumah-rumah abad 16 yang tetap berdiri anggun meski telah berumur, pada jalan-jalan batunya yang sempit seumpama ular meliuk turun dari dahan pohon.(Info klik ke http://www.gelnhausen.de/)











Kota kecil ini memiliki dua pasar yakni pasar atas dan pasar bawah yang letaknya ngga berjauhan. Pagi hari kedua pasar ini cukup sibuk dengan transaksi ekonomi. Tapi kesadaran warganya akan kebersihan menyebabkan pasar-pasar ini, setelah usai jam pasar, sama-sekali ngga menyisahkan bau apalagi sampah. Sehingga sore hari, di kedua tempat ini suasananya seperti square. Adem untuk dilintasi. Apalagi diterangi temaram lampu-lampu jalan dan dari bangunannya. Di square pasar atas, ada satu patung yang menggambarkan seorang lelaki mengangkat sebuah tongkat menyentuh lampu jalan. Ceritanya, jaman dulu ada seorang kakek tua yang secara sukarela mengabdikan diri sebagai penyala lampu jalan. Waktu itu lampu-lampu jalan masih pakai minyak. Pak tua inilah yang dengan tongkat menyulut api agar lampu-lampu bisa menyalah. Sebagai kenangan, maka patung ini dibuat.






Menyebut Gelnhausen sudah pasti bersinggungan dengan Kaiserpflaz.
Kaiserpflatz yang bentuknya seperti benteng ini adalah sebuah bangunan yang dahulunya adalah tempat peristirahatan raja bila sedang berkeliling Jerman. Sayangnya bangunan ini sudah tidak sempurnah lagi karena pernah dirobohkan, sebagian ornament diambil orang, dan batu-batunya dipakai sebagai tanggul pelindung sungai Kinzig. Untung masih ada segelintir orang yang merasa perluh dilestarikan sebagai monument sejarah, sehingga walaupun hanya tersisa sedikit, bangunan yang didirikan di atas 12.000 batang pohon yang dibenamkan demi kokohnya bangunan karena tanahnya berlumpur ini menjadi tidak hilang sama sekali. Kaiserpflatz ini menjadi contoh terakhir sisa bangunan milik kaum bangsawan Staufer penguasa Jerman jaman dulu. Masih terdapat banyak ukiran –ukiran unik.





Jika menyusuri jalan raya di tengah-tengah kota, akan terlihat satu bangunan tua lagi. Yang ini namanya Hexenturm atau menara perempuan sihir. Ceritanya, bangunan ini dipakai sebagai pelindung kota, tempat memata-matai musuh atau orang yang dicurigai. Lantas ia beralih fungsi sebagai penjara bagi perempuan-perempuan jago tenung, tukang pelet atau perempuan yang dicurigai mempunyai kekuatan sihir. Asal tahu aja, dikitaran tahun 1550-1650, benua Eropa dilanda kampanye pemfitnahan, seperti pergerakan menumpas ilmu hitam.



Dua lagi bangunan yang patut diamati adalah Marienkirche dan St. Peter kirche.
Marienkirche adalah gereja protestan yang dibuat di abad 12 tepatnya di tahun 1170, masa-masa dimana revolusi gereja berkecamuk dan semangat pengikut Martin Luther lagi berkobar-kobar di Jerman. Hampir bersamaan dengan pembangunan Kaiserpflatz oleh Barbarossa. Bisa dibilang bahwa gereja ini menjadi landmark Gelnhausen karena bangunan beserta menaranya yang tinggi itu bisa dilihat dimana-mana. Isi gereja ini pun amat bagus karena altarnya setinggi 1500 meter yang menampilkan Maria dengan empat orang suci. Untuk St Peter kirche, gereja ini adalah milik umat katolik yang dibangun pada abad 13. Gereja St Peter ini kerap menyelenggarakan pertunjukan musik.
Letaknya persis di samping hotel “Schelm vom Berg,” tempat saya menginap dengan dinner di halaman depan nan syahdu.















Ronneburg:




Semalam tidur di Gelnhausen bisa semakin sempurna bila anda sempatkan waktu lagi besoknya untuk mengunjungi obyek lain. Kalau anda terbang ke Indonesia pukul 3.00 sore, artinya anda harus di airport dua jam sebelum terbang, dan artinya pula: anda masih punya waktu setengah hari di Jerman, bukan? Mau menambah kesan lagi sebelum meninggalkan Frankfurt? Singgahlah salah satu kastil di dekat Gelnhausen. Salah satu kastil? Ya, jangan kaget, ada beberapa kastil yang bisa anda datangi jika anda mau melungakan waktu dua tiga jam sebelum termenung di airport.

Ronneburg. Ini dia salah satu kastil yang saya kunjungi. Jaraknya 20 km dari Gelnhausen. Sadar, Bro, kita di Eropa. Jarak tempuh 1 jam = 120 km. So, bukankah itu artinya dekat?



Lepas dari jalur A66 Frankfurt atau Hanau belokkan kendaraan anda ke Fulda, dan temukan plang Langenselbold yang akan mengantar anda ke Ronneburg. Di saat kendaraan anda sudah meluncur diantara ladang gandum, bayangan kastil Ronneburg pun menyembul dari kejauhan. Kastil yang tepatnya dibilang benteng ini dibuka dari hari Selasa hingga Minggu, dari jam 10.00-18.00. Selain hari Senin, penutupan benteng ini berlangsung selama bulan Desember hingga Februari. Dengan ticket seharga 4 Euro untuk dewasa dan 3 Euro untuk anak-anak, saya mendapatkan keleluasan melihat isi bangunan ini. Jauh lebih bebas dan tidak kaku dibandingkan dengan beberapa kastil lain yang sempat saya kunjungi. Disini asyiknya, karena digunakan sebagai benteng, banyak sekali ala-alat masa lampau yang tersimpan sesuai keadaannya dulu. Mulai dari peralatan dapur, tempat peleburan besi, kereta barang, hingga alat pemenggalan kepala. Pokoknya suasananya dapat abis….! Dalam setiap bulan selalu ada acara berbau kolosal digelar di tempat ini, juga pesta-pesta bernuansa abad pertengahan (info klik ke http://www.burg-ronneburg.de/ ).



Sejarahnya, dikatakan bahwa karena sering perang, pemilik sering diganti, dijual dan dibeli oleh yang berkasta yang menguasai daerah itu. Pada abad ke 16 benteng ini terjadi kebakaran, kemudian direnovasi lagi. Terus, pada abad ke 17 Ronneburg menjadi tempat perlindungan orang Yahudi dan kaum pengelana (gipsy). Orang-orang ini dikurung disini karena kepercayaan mereka yang berbeda dengan penduduk sekitar. Mereka bekerja apa saja untuk kepentingan pemilik bangunan termasuk membuat sumur yang dalamnya ratusan meter. Saya mencoba menikmati sisi seramnya sumur ini dengan menyiram air ke dalam sumur dan bunyi air yang menyentuh dasar sumur baru terdengar belasan menit kemudian. Sumur sesempit dan sedalam ini,wah...berapa banyak orang yang berkorban tenaga dan mungkin nyawa untuk menggalinya?

2 komentar:

Anonim mengatakan...

minta foto sungai auer dong, tapi jgn yg ada foto dikau..., please, n kalo bisa yg pas lagi winter..., he he he, asik juga ya going abroad to german, kapan yak???

valentino luis mengatakan...

kemana ngirimnya...?????

Jalan-Jalan ke Nagekeo (Part 1)

Hawa Legawa  Kawa   MERESAPI KEBERSAHAJAAN HIDUP  SEBUAH KAMPUNG TRADISIONAL  DI PUNDAK GUNUNG AMEGELU, NAGEKEO-FLORES P ...