Antara Teluk &
Tanjung
Pantai Oa
Setitik loka di pesisir Flores Timur,
dengan serangkaian tawaran alam menawan.
G
|
emuruh tepukan tangan memungkasi atraksi teatrikal sekelompok
remaja. Ini pementasan teater yang tak lazim; dilakukan di sebuah pantai
tersembunyi dan ratusan penontonnya adalah warga yang sebagiannya adalah
penduduk pesisir. Bagi saya ini hal sederhana namun impresif, lantaran teater
yang kerapkali dianggap tontonan ‘berat’ itu dikonversi menjadi hiburan rakyat.
“Apalagi
narasi dalam teater diangkat dari kisah-kisah lokal seperti sejarah, mitologi,
maupun situasi lingkungan setempat. Jika disandingkan dengan pariwisata - yang
kini gencar berslogan ‘community based
tourism’ - maka kehadiran teater yang merakyat ini merupakan paket ideal,”
komentar seorang pejalan.
Saya
berada di Pantai Oa, sebuah kampung kecil yang terpental di sudut selatan
Flores Timur. Nama kampung ini memang terilhami oleh nama pantainya. Dan
pementasan teater tadi adalah bagian dari Festival Bale Nagi yang berlokasi di
sini. Bayangkan saja settingnya yang
permai: pantai berpasir putih halus, lautan tenang bening berwarna pirus,
pepohonan teduh, serta paparan gunung gemunung mengitari teluknya.
Pantai
Oa terletak di tengah jalur pelintasan antara Maumere-Larantuka. Patokannya yakni di
Wulanggitang, ke arah selatan, mengikuti ujung kaki gunung Lewotobi. Tak sulit
mencapai tempat ini, meski jalur sepanjang jalan agak sepi,
Pohon-pohon rindang menjamin udara di Pantai Oa tetap sejuk meskipun panas menyengat |
Teluk yang cukup besar dengan laut tenang terkitari gunung serta bukit |
Saya
sangat tergoda untuk bermalam di Pantai Oa. Niatnya ingin berkemah memandang
gemintang serta mendengar suara ombak. Pertemuan dengan Thomas Mukin lantas
mengubah nazar, tak jadi berkemah tapi diajak menginap di rumah beliau. Sungguh,
keramahan yang tak bisa ditampik. Bersama saya, ada teman seperjalanan; Ambo
Kerans, Risna Yuanita, Andre Kriting, NurKartika, Agung Anugrah, Jun Plue, dan
Agustin. Jadilah kami berdelapan mengisi rumah Thomas dengan cerita serta
candaan sepanjang malam. Thomas yang hidup sebagai nelayan mengisahkan beberapa
cerita legenda terkait kampung mereka.
Memasang hammock untuk tidur bersantai dibuai semilir angin |
SEBELUM LELAP, kami bersepakat bangun subuh. Ini gara-gara cerita Thomas tentang Tanjung Makassar, sebuah tanjung di Pantai Oa yang konon dulunya pernah disinggahi Portugis pada abad Pertengahan. “Ada salib tua di sana, serta puing-puing benteng. Panoramanya juga bagus” ujarnya. Tak pelak uraian Thomas itu memberi kami imajinasi. “Mendaki Tanjung Makassar tidaklah sulit. Cuma lima menit,” pungkasnya. Lima menit? Terasa begitu mudah.
Sekitar
jam lima pagi kami menerobos lereng bukit yang dijejali pohon-pohon lamtoro (Leucaena leucocephala), sempat
kehilangan arah lantaran ada rute yang diblokade seseorang. Ternyata ‘lima
menit’ waktu tempuh yang disebut Thomas tidaklah benar. Kami butuh satu jam
mendaki. “Mungkin maksud beliau lima menit dari rumahnya menuju gerbang
pendakian,” hibur Ambo Kerans.
Sukacita menyambut hangat pagi mentari |
Ilalang yang tingginya mencapai pinggang |
Detik-detik matahari terbit |
Masing-masing tampak sibuk mengecek hasil foto pada kamera. |
Lereng Tanjung Makassar yang sebelahnya ditumbuhi ilalang, sebelahnya lagi berjejal pohon lamtoro |
Begitu kami mencapai titik puncak yang agak landai, matahari pagi pun memunculkan bola kuning bulatnya. Disongsong semilir angin, peluh setelah pendakian seolah luruh sejuk berbaur sukacita. Dari titik ini pandangan bisa terarah kemana-mana. Di sisi timur gunung Lewotobi tampak jangkung mengerucut. Pasir putih Pantai Oa agak tersembunyi rimbun pepohonan.
Menatap ke kampung berpanorama luas |
Nun jauh di timur, bayangan Gunung Lewotobi dan Pantai Oa yang tersembunyi |
Bentang panjang Pantai Rako yang juga berpasir putih |
KAMI BERADA di bukit Tanjung Makassar cukup lama. Salib tua peninggalan Portugis yang diceritakan Thomas tak kelihatan. Barangkali berada di kaki tanjung sebelah selatan yang sulit dilihat dari atas tebing. Setelah merasa cukup, kami pun turun kembali menuju ke rumah Thomas.
Saya
masih memendam keinginan untuk berenang di Pantai Oa. Rupanya teman-teman pun tak
relah meninggalkan kampung ini tanpa berenang. Kejutannya lagi, Thomas
mengatakan bahwa keluarganya memiliki sebidang tanah tepat di pantai tersebut
yang dapat kami pakai. Anak lelaki Thomas pun baru kembali melaut dengan hasil
tangkapan berupa ikan kerapu segar. Kontan saja kami seakan memperoleh jackpot secara beruntun. Usai berenang
langsung disambung dengan menyantap ikan bakar. Menantu Thomas membawakan nasi
serta minuman dari rumah mereka. Hari itu benar-benar kesenangan besar!
Warna biru pirus tak hanya pada lautnya, tapi juga pada cat sampannya |
Sisi barat Pantai Oa dengan kapal-kapal nelayan |
*
Tulisan ini dipublikasikan di inflight magazine LIONMAG (Lion Air) edisi Mei 2019 dengan perubahan seperlunya. Bisa dibaca versi PDF online majalahnya - DI SINI
PANDUAN
PEJALAN:
Belum ada
warung makan di sekitar Pantai Oa, jadi bila hanya berkunjung sehari, bawalah
bekal makanan yang bisa dibeli & dibungkus di Boru (sebelum berbelok dari
jalan raya ke selatan).
Untuk masuk ke
Pantai Oa (area pantai pasir putih), dikenakan entry fee bagi kendaraan. Mohon
sediakan uang ribuan. Bea masuk ini berguna untuk pemeliharaan lokasi, karena
ada petugas kebersihan dan sudah termasuk penggunaan WC/ KM. Tersedia air
bersih untuk bilas usai mandi di laut. Dibayar ya, agar warga desa mendapatkan
sedikit dari kunjungan kita (Dikelola oleh Desa, bukan pribadi/perseorangan).
Bila minat
berkemah atau bermalam di rumah warga, silahkan kontak penduduk. Jangan sungkan
dan beradaptasilah dengan keadaan mereka.
Meskipun ada
petugas kebersihan, tolonglah untuk tidak membuang sampah sembarangan, terutama
sampah plastik. Bila sampah itu terbawa ke laut, akan rusak eksosistemnya. Mari
menikmati alam dengan cara beradab.
#festivalbalenagi #balenagi #larantuka #pantaioa #pantairako
Video Pantai Oa & Tanjung Makassar |
6 komentar:
Berarti kalau ikut Semana Santa di Larantuka bisa kesini dong, mas?
aduh jadi mupeng...bagus sekali pantainya, bukitnya juga, lautnya bening.
ternyata sudah ada air tawar untuk bilas sehabis mandi2 laut ya. Thanks infonya. harus kesini nih kalau ke Larantuka lagi. Bagus banget.
Pantai Oa... sebuah tempat yang agak mengejutkan dari Flores Timur. Aku berpikir pantai-pantai berpasir putih cuma ada di pulau-pulaunya ternyata ada satu tempat berpasir putih tersembunyi di daratan Flores Timur.
Aku untungnya masih sempet merasakan nenda di tempat itu dalam kondisi sepi.. duh memang keren tempat ini
Mantap, ayo ke Flores Timur.., yang indah masih tersembunyi. Yuk di explore aja..
dulu aku pernah kepingin ke sini waktu tugas di Larantuka tapi urung karena ban motorku pecah pas di Hokeng, dah telat karena sudah keburu sore. nyesal banget. Pantai Oa!!! suatu hari nanti kalau ke Larantuka lagi, aku akan ke sini untuk mewujudkan impianku. trima kasih bang Valen, untuk cerita dan fotonya. jadi kangen Larantuka, kota kecil tapi orang-orangnya baik banget pada pendatang.
Masih natur banget ya alammnya. Keren deh! Semoga bisa ke Flores. Aku punya teman dari Larantuka, smart banget orangnya.
Posting Komentar