SISTERON
Semerbak Wangi Lavendernya
Merayap Hingga ke Hati
Di mana
kira-kira Anda bisa mengirup semerbak wangi tanpa harus menumpahkan parfum?
Penahkah Anda membayangkan untuk hidup di sebuah daerah yang aroma udaranya
terisi wewangian alam? Sisteron. Di sinilah, tempat seharusnya Anda tak perlu
keluar-masuk toko penjaja wewangian demi menciptakan sebuah citra.
Tapi Sisteron bukan hanya itu. Sisteron lebih dari
sekadar wangi lavender, dia sesungguhnya satu bagian dari surga yang tertinggal
di bumi. Setidaknya, surga yang tertinggal di belahan pegunungan selatan
Perancis. Barangkali saja Tuhan sengaja menempatkannya di sana.
Daerah yang dijuluki "Pearl of Haute
Provence" alias Mutiara Propinsi Heute ini memang luar biasa indahnya.
Bahkan orang Perancis menjunjungnya sebagai “The Moon”.
Saya sewaktu menyinggahi tempat ini, bukan main
dibuat takjub. Serta merta segala kepenatan karena perjalanan yang panjang dari
Nice pun sirna sudah. Benar memang kata orang, untuk menikmati sebuah
keindahan yang sesungguhnya kita harus melewati perjalanan panjang.
Sisteron yang menjadi bagian dari Propinsi Alpes de
Heute, dalam sejarah ia adalah sebuah kota penting, di mana sekali
peristiwa tempat ini menyatuhkan dua sisi, yakni kesengsaraan dan
kemuliaan. Kilauan matahari mediterania yang bersinar di atasnya seolah
mempertegas posisinya yang berada pada lintasan pegunungan Alpen. Dengan heritage dan equally
exceptional setting-nya, Sisteron tentu saja menggiurkan bagi para
pengunjungnya.
Sebuah benteng di atas bukit kapur seolah
memahkotai keelokannya. Sungguh kesempurnaan sebuah kota yang dibelah oleh
sungai Durance yang airnya kebiru-biruan, air yang berasal dari es pegunungan
yang mencair. Bangunan-bangunan dalam kota ini, memiliki ciri arsitektural dari
beberbagai jaman, mulai dari gaya bangunan abad 12 sampai abad 17. Penduduk
menghiasi jendela-jendela rumah dan pagar jalan dengan tanaman bunga segar yang
digantung dalam pot-pot. Keren banget loh!
Kami memarkir mobil di areal parkir khusus
wisatawan yang letaknya langsung di tepi sungai Durance. Lebih gilanya lagi,
tepat di posisi yang maha luarbiasa yakni di Porte de la Provence atau Pintu
Gerbang Provence, titik ini disebut demikian lantaran dua tebing pegunungan
yang terbelah dan dialiri sungai Durance itu mirip gapura.
Tebing sebelah sungai bercorak pilar-pilar miring
sedangkan yang disebelahnya lagi, di tempat kami memarkirkan mobil, di atas
cadasnya bertengger sebuah benteng dengan bendera berkibar-kibar. Saya sempat
berpikir juga, barangkali dua tebing ini terjadi karena banjir yang hebat di
masa lampau yang mengakibatkan gunung kecil terbelah jadi dua. Cukup lama saya
berada di tempat ini, melintasi jembatan untuk mencapai tebing sebelahnya.
Sisteron ini kira-kira berjarak 135 km dari kota Marseille dan 180 km dari kota Nice. Bagi Perancis, Sisteron juga terkenal dengan cuacanya yang bagus di musim panas, daerah ini sangat nyaman dan hangat dan memiliki langit yang sangat terang. Karena lokasinya yang sangat strategis, lokasi ini telah dihuni kelompok manusia sejak lebih dari 4000 tahun silam. Bahkan bangsa Romawi pun membentuk kota ini menjadi begitu dramatis dengan menyisahkan nuansa musoleum dan ciri kota Galo-Roman. Pada masa itu Sisteron di lidah orang Romawi disebut Segustero. Kota ini juga turut pula memiliki sejarah bagi agama Kristen, baik Katolik maupun Protestant.
Sisteron ini kira-kira berjarak 135 km dari kota Marseille dan 180 km dari kota Nice. Bagi Perancis, Sisteron juga terkenal dengan cuacanya yang bagus di musim panas, daerah ini sangat nyaman dan hangat dan memiliki langit yang sangat terang. Karena lokasinya yang sangat strategis, lokasi ini telah dihuni kelompok manusia sejak lebih dari 4000 tahun silam. Bahkan bangsa Romawi pun membentuk kota ini menjadi begitu dramatis dengan menyisahkan nuansa musoleum dan ciri kota Galo-Roman. Pada masa itu Sisteron di lidah orang Romawi disebut Segustero. Kota ini juga turut pula memiliki sejarah bagi agama Kristen, baik Katolik maupun Protestant.
Sisteron merupakan kota kelahiran banyak pujangga,
salah satunya adalah Paul Arene yang hidup pada tahun 1843-1896. Selain puisi,
dia menghasilkan novel dan cerita pendek, yang terkenal misalnya Jean des
Figues, La gueuse parfumée, La veine d'argile dan La chèvre d'or. Begitu dalam
cintanya akan Sisteron, hingga ia telah menyiapkan kalimat untuk ditulis di
pusaranya, yang menyatakan Sisteron sebagai jiwanya: Ieu m'en vau l'amo ravido d'agué pantaïa ma vida (I leave with my soul,
delighted to have dreamed my life).
Saya sangat menikmati kujungan saya di sana,
menghirup lavender dari ladang-ladangnya, melewati lorong-lorong kota yang
sempit, dan menikmati pemandang alam yang luar biasa. Ketika harus melanjutkan
perjalananku, serupa kalimat di pusara Paul Arene, saya pun hendak berbisik:
“Kutinggalkan engkau bersama jiwaku, gembira untuk bermimpi dalam hidupku.”
Tapi, mudah-mudahan saya tidak mati di atas meja
tulisku, seperti Paul Arene itu hehe..he…he..