Jatuh Hati Pada
JATILUWIH
Salah satu kawasan World Heritage Site di Indonesia, tempat
elok untuk menyongsong pagi di antara teras-teras padi menghijau sembari belajar
memahami sistem irigasi lokal Bali.
D
|
itingkahi gerit serangga malam, alunan lembut instrumen “Melody of
Peace” gubahan Gus Teja terdengar menentramkan dari pemutar musik di penginapan
sederhana yang saya datangi. Pekat telah menyelimuti jagat raya sesampainya
saya di Jatiluwih. Udara yang dingin segar menebar ke segala arah mata angin.
Saya menarik selimut, namun tetap mendengarkan satu demi satu lantunan lain
dari musik Gus Teja. Ada kedamaian tersirat dari tiap nadanya.
Bumi Bali memang spesial.
Selain budayanya yang unik, pulau seluas 5,780.06 km2 ini pun diberkahi alam permai. Lihat
saja, mulai dari kedalaman laut, pantai, hingga gunung, Bali sanggup memikat
siapa saja untuk mengabadikannya. Tak ayal, para seniman lokal maupun
internasional menjadikan nusa yang penduduknya mayoritas beragama Hindu ini
sebagai sumber inspirasi.
Persawahan merupakan satu
dari aspek yang membuat Bali indah dipandang mata dan bagus secara
sinematografis. Ketika film Holywood Eat,Pray,Love
yang dibintangi Julia Roberts diambil gambarnya di Bali, rekaman
pemandangan persawahan cukup mencuri perhatian. Begitupun halnya film klasik Bali Paradise karya James Fitzpatrick buatan tahun 1932 yang
tergadang sebagai film asing pertama yang menampilkann keeksotisan Bali.
Mengambil bibit padi |
Layer pada sawah menciptakan keindahan sendiri |
KEISTIMEWAAN
JATILUWIH
Wilayah Bali yang lahannya
cukup besar terisi oleh persawahan adalah Kabupaten Tabanan. Daerah yang berada
di sisi barat pulau ini dikenal juga sebagai lumbung beras bagi Bali. Satu dari
sekian desa yang terisi oleh persawahan di Tabanan yakni desa Jatiluwih.
Keistimewaan persawahan Jatiluwih terletak pada topografinya yang
berlekuk-lekuk, sawah bertingkat, kemudian disempurnakan oleh latar belakang
barisan pegunungan. Dari Jatiluwih dengan jelas mata bisa menangkap bayangan
Gunung Agung dan Gunung Batukaru. Atas alasan estetis itulah makanya saya
mendatani Jatiluwih.
Plakat UNESCO World Heritage Site |
Pura Batukaru |
Saya begitu berhasrat untuk memotret persawahan Jatiluwih saat
pagi hari, tepatnya momen matahari terbit di samping Gunung Agung. Berada di
tengah sawah dengan vista demikian, apalagi suasana yang begitu hening,
merupakan pengalaman menentramkan sekaligus ajaib.
Posisi paling ideal yaitu di kawasan yang terdapat monumen plakat
UNESCO. Mungkin belum banyak yang tahu, sistem irigasi serta tata alam Bali
telah berpredikat World Heritage Site
sejak tahun 2012. Jadi, tentu saja sebuah keistimewaan bila datang dan memotret
di Jatiluwih.
Organic Food at Waka Restaurant |
Puas mengabadikan persawahan dan saat- saat terbitnya matahari, giliran restoran-restoran lokal menghidangkan menu santap siang organik. Andalan disini adalah nasi dari beras merah. Pilihannya bisa langsung ke jejeran resto di pinggir sawah atau jika mau yang lebih alami dan tersembunyi. Lengkapi juga dengan kunjungan ke Pura Batukaru yang berada di tengah hutan terdekatnya.
MENUJU
KE SANA
Ada dua pilihan untuk ke
Jatiluwih, tergantung dari mana kita datang. Jika dari area Kuta dan sekitarnya,
tinggal mengambil jalur menuju Tabanan yakni ke kota Tuban (satu arah ke
Gilimanuk), kemudian berbeloklah ke kanan sesuai petunjuk arah. Kira-kira dua
jam. Jika dari Ubud atau Bedugul, dapat mengikuti jalur ke Mengwi. Durasinya
kurang lebih satu jam.
Hot & Cold collide |
Tidak jauh dari persawahan,
terdapat pemandian air panas Jasrih. Letaknya di lereng bukit. Pemandian ini
lumayan terawatt, dihiasi sawah bertingkat juga. Selain sebuah kolam di samping
air pancuran, juga terdapat bilik-bilik khusus dengan kondisi yang bersih.
Sangat cocok berendam disini satu dua jam melawan suhu yang cenderung dingin.
Bali tak melulu debur ombak, hiruk pikuk kawasan belanja, atau
destinasi-destinasi yang ramai. Bertandanglah ke Jatiluwih, menginaplah barang
semalam dan banun pagi-pagi untuk menyongsong Sang Surya. Saya yakin Anda akan
jatuh cinta pada tempat ini.
Teks & Photo : Valentino Luis
Artikel ini dimuat di LIONMAG edisi Februari 2016
1 komentar:
fotonya bagus bagus banget
Posting Komentar